Raditya Arief Putrasetiawan, seorang mahasiswa tunanetra, berhasil membuktikan bahwa keterbatasan fisik bukanlah halangan untuk meraih prestasi gemilang.

Radit, sapaan akrabnya, baru saja menyelesaikan pendidikan sarjana di Universitas Indonesia (UI) dengan predikat cumlaude, IPK 3,84, dalam waktu 3,5 tahun. Ia menempuh pendidikan di Program Studi Sastra Arab, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB).

Prestasi Radit tidak lepas dari peran berbagai pihak. Dukungan keluarga, kampus, dan teman-teman menjadi pilar utama dalam mengantarkannya menuju kesuksesan. Kendala selalu ada dalam prosesnya, namun berkat sistem pendukung yang kuat, dosen dan teman-teman yang selalu membantu, Radit mampu melewatinya dengan gemilang.

Perkembangan teknologi digital saat ini memudahkan Radit untuk mengakses materi pembelajaran. Bahan-bahan perkuliahan yang berbentuk teks dapat dikonversikan ke audio, membantu para tunanetra dalam belajar. Ditambah lagi, akses ke e-book dan artikel di berbagai jurnal di perpustakaan UI membantu Radit menyelesaikan tugas kuliah dan penelitian tugas akhir.

Penelitian Radit mengangkat topik Minat dan Motivasi Penyandang Tunanetra dalam Pembelajaran Bahasa Arab. Ia melihat semakin banyak tunanetra yang tertarik dengan bahasa karena peran pentingnya dalam mendapatkan prospek kerja yang lebih baik.

Bahasa Arab, khususnya, diminati karena keindahan struktur dan keunikannya. Bagi tunanetra muslim, ada keinginan kuat untuk dapat membaca, menghafal, dan memahami Al-Quran langsung dari sumbernya.

Meskipun banyak tunanetra yang masih ragu menempuh pendidikan umum karena kendala akses pembelajaran, Radit menjadi bukti nyata bahwa penyandang disabilitas dapat bersaing dan berprestasi. Keberhasilannya membangkitkan rasa haru dan bangga sang ibunda, Ibu Nira, yang selalu mendampingi Radit.

Ibu Nira menceritakan perjuangan Radit dalam menempuh pendidikan formal, dari yang tidak bisa sampai dia berusaha keras. Ibu Nira selalu menyemangati Radit, “Kamu bisa. Saya bahagia, dia mau berusaha.”

Dulu, Radit menyukai Matematika dan Fisika. Namun, sejak SMA, mimpinya terhenti karena kondisi fisiknya. Radit tak patah arang. Ia memaksimalkan nilai-nilai mata pelajaran sosial, sehingga dapat masuk UI melalui SNMPTN jalur undangan.

Dengan prestasi ini, Ibu Nira berharap Radit dapat terus melanjutkan mimpi-mimpinya. Ia juga berharap akses pendidikan dan pekerjaan di Indonesia untuk para disabilitas semakin terbuka, sehingga mereka tidak perlu ke luar negeri untuk mendapatkannya.

Ibu Nira percaya bahwa banyak anak-anak disabilitas yang kompeten dan mampu bersaing di bidang apa pun, asalkan mereka diberi kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri.

Kisah Raditya Arief adalah inspirasi bagi kita semua. Bahwa keterbatasan fisik bukanlah halangan untuk meraih mimpi. Dengan tekad, kerja keras, dan dukungan dari orang-orang sekitar, semua bisa diraih. Radit telah membuktikannya. Dia adalah bukti nyata bahwa disabilitas bukanlah halangan untuk menjadi insan yang berprestasi.

Sumber foto: ui.ac.id

Baca Juga: