KabariNews –  Pemprov DKI harus berubah cara berpikirnya dalam memandang ruang terbuka hijau (RTH) dan meniru apa yang dilakukan oleh Singapura dan Melbourne. Karena meski tetap memandang penting pembangunan fisik, otoritas di kedua kota tersebut lebih mengutamakan RTH.

Singapura yang sejak tahun 1965 sudah mencanangkan diri menjadi negara taman yang bukan hanya sekedar slogan. Hasilnya adalah kota taman yang indah, bernilai estetis tinggi yang justru mampu menarik minat lebih banyak wisatawan. Ini terlihat dari konsep taman kota (garden city) yang dikembangkan Singapura.

“Dengan mengusung konsep ini, Singapura dengan cerdas menjelma dan menjadikan diri sebagai kota di dalam taman (city in the garden). Nggak heran Singapura lalu disebut sebagai kota terhijau di Asia,” ujar Koordinator Peta Hijau Jakarta, Nirwono Joga.

Celakanya, lanjut Joga Jakarta malah bangga memiliki 90 Mal. Padahal banyaknya jumlah mal bukan indikator bahwa kota tersebut modern dan kemudian bisa mengundang investor. Lihat saja Putrajaya Malaysia yang dipilih menjadi kantor pusat perusahaan asing bukan karena banyak mal, tapi karena RTH sangat luas. Lalu London menjadi tuan rumah olimpiade tahun 2012 lalu bukan karena banyak mal, tapi karena RTH nya 39 persen. Ini paradigma sebuah kota yang sudah maju.Jadi pesannya kalau ingin kota didatangi oleh investor, maka bangunlah RTH yang banyak, tutur Joga.

Joga menambahkan mestinya Pemprov memiliki horison jangka panjang dalam memandang keberadaan RTH. Susahnya, kita nggak pernah mau menghargai alam secara rupiah, berupa kemampuan pohon yang kita tanam untuk menyerap polutan. Ingat tanaman yang saat ini kita tanam baru 20 tahun kemudian memberikan keuntungan secara ekologis dan ekonomis. Sebaliknya kalau kita membangun gedung, maka 20 tahun, yang terjadi kemudian adalah penyusutan nilai fisik bangunan. Boleh jadi kalau konstruksinya jelek justru harus dihancurkan.“Nah inilah yang dilakukan oleh Singapura dan Australia,” pungkasnya. (win – Jakarta)