Anita Gathmir merupakan pendiri sekaligus pemilik Puta Dino Kayangan, sebuah UMKM yang fokus pada pelestarian dan pengembangan kain Tenun Tidore. Selaku Pegiat Tenun Tidore, Anita berbahagia karena mendapatkan penghargaan untuk Kategori Puspa Pesona dalam ajang Anugerah Puspa Bangsa 2025.

Alhamdulillah bangga sekali apa yang sudah kita lakukan itu diapresiasi. Apa yang saya lakukan itu semoga bisa menjadi contoh, bisa membangkitkan semangat perempuan – perempuan terutama perempuan – perempuan dari Indonesia Timur untuk bisa bangkit dan bisa melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang jadi energinya, semoga bisa menjadi inspirasi yang lain,” kata Anita dalam perbincangan dengan Kabari.

Sebagai pegiat Tenun Tidore, banyak hal yang harus dilakukan Anita agar Tenun Tidore semakin dikenal. “Karena Tenun Tidore ini baru saja lahir kembali, jadi banyak sekali PR untuk saya dan penenun – penenun dari Tidore, terutama keluarga besar dari Maluku Utara. Yang saya lakukan adalah berusaha untuk bisa mengenalkan ke teman-teman media dan teman – teman media juga banyak sekali bantu dengan ikut bercerita tentang bagaimana lahir kembalinya Tenun Tidore ini. Lalu, bagaimana kepedulian kami perempuan – perempuan di Tidore, bagaimana anak – anak di Tidore tahu bahwa mereka sebagai turunan dari Tidore harus bisa melakukan sesuatu untuk kampung halamannya,” jelas Anita.

Dikatakan Anita setiap lembaran kain Tenun Tidore selalu punya cerita. Saat ini, ada beberapa motif Tenun Tidore, sebut saja Barakati, Jodati dan motif terbaru namanya Boreo, dalam bahasa Tidore artinya pesan leluhur. 

Selain motif, warna-warna alam menjadi kekuatan dari Tenun Tidore. “Kita punya warna dari cengkeh, juga pala. Karena Tidore adalah penghasil cengkeh dan pala. Zaman dulu orang – orang dari Eropa datang untuk mencari cengkeh dan pala,” kata Anita.

“Saya yakin sekali banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil dari pesan – pesan leluhur kita, terutama di Tidore. Di dalam lembaran kain, ada cerita dan pesan yang disampaikan oleh leluhur – leluhur kami untuk keturunannya supaya melakukan sesuatu yang baik yang sesuai dengan harapan para leluhur. Jadi ke depan supaya masa depan kita lebih baik dan sejarah budaya kita juga tetap dijaga oleh anak cucu kita, “sambung Anita.

Anita mengakui dalam proses memperkenalkan Tenun Tidore menemukan ragam kendala. “Karena kami bergerak sendiri, apalagi Tidore jauh dari pusat informasi seperti di Pulau Jawa. Jadi untuk datang ke sini, memang betul – betul butuh perjuangan tersendiri. Alhamdulillah kami banyak dibantu oleh komunitas, lembaga dan teman – teman media,” tukasnya.

Saat ini Tenun Tidore menggunakan benang sutera Eri dari Pasuruan dan benang dari tanaman kenaf serta kapas dari Wonosobo. “Jadi saling bantu dan berusaha untuk mengembalikan serat Indonesia karena yang kita tahu 85% serat benang masih impor, jadi kita saling membantu bagaimana mengembalikan serat lokal kita,” tutur Anita.

Saat ini, Anita memiliki 8 orang perajin Tenun Tidore. Agar Tenun Tidore tidak lagi hilang dari sejarah, Anita bekerjasama dengan sekolah SMP dan SMA. “Tenun Tidore pernah hilang 100 tahun. Saat ini, kami kerjasama dengan SMP, SMA. Dengan harapan agar adik – adik bisa datang kapan saja untuk belajar menenun,” ujar Anita. 

Dengan kebangkitan Tenun Tidore ini, Anita yakin semakin banyak anak muda di Maluku Utara yang peduli dan bangga dengan wastra kebanggaan daerah asal mereka sendiri.

Agar makin dikenal, ke depannya, Anita ingin mengajak para pesohor untuk ikut memperkenalkan Tenun Tidore. Sayangnya saat ini, Anita mengaku terkendala dengan biaya. “Ingin sekali menggunakan public figure tapi kami belum punya dana karena yang saya tahu harus ada biaya khusus. Tetapi kemarin ada beberapa public figure yang mau membantu untuk mengenalkan Tenun Tidore ini,” kata Anita.

Lalu apa arti penghargaan yang diperoleh Anita untuk semakin bejuang memperkenalkan Tenun Tidore?. “Bagi saya penghargaan ini menjadi bukti komitmen saya untuk berjuang.  Karena dengan penghargaan ini pastinya saya dituntut untuk bisa memperlihatkan ke publik, bahwa kami berjuang di sini, kami melakukan sesutau yang memang pantas dihargai,” pungkasnya.

Artikel ini juga dapat dibaca di Majalah Digital Kabari Edisi 213

Simak wawancara Kabari bersama Anita Gathmir dibawah ini