Tahun 2013, Astri Kania membangun Arcade Living. Latarbelakang Astri sebagai arsitek mendorongnya membangun bisnis yang berkaitan dengan ilmu yang dimilikinya. Diceritakan Astri, sebelum membangun bisnis sendiri, ia sempat bekerja selama 4 tahun di perusahaan konsultan.
Namun, pasca berkeluarga, Astri ingin memiliki banyak waktu bersama suami dan anak. Menyadari potensi yang dimiliki dan passion-nya sebagai arsitek, Astri memutuskan membangun bisnis desain interior, yang sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya, maka lahirlah Arcade Living.
Kantor pusat Arcade Living berlokasi di BSD, Tangerang Selatan. Diakui Astri, klien terbesar berada di Jabodetabek. Meski begitu, ia juga memiliki klien di Kalimantan hingga Sumatera.
Dijelaskan Astri, dalam mendesain, ia menyesuaikan dengan kebutuhan dan kesukaan dari klien tersebut. “Kalau buat aku sebagai desainer, kita itu tidak bisa memaksakan suatu desain kepada orang lain. Karena yang kita desain itu tergantung dari kebutuhan, kesukaan dan impian setiap klien. Makanya saya tidak akan mengkotak-kotakan suatu desain, misalnya ada minimalis, atau pun klasik, “ tukas Astri kepada KABARI. “Saat ini, desain yang banyak diminta klien di Arcade Living kebanyakan bergaya modern dan klasik modern,” sambungnya.
Saat ini, klien Arcade Living sangat variatif. Mulai dari rumah tinggal, kantor, kafe, klinik kecantikan hingga rumah sakit. “Tapi yang paling sering kami tangani di private residence,” terang Astri.
Arcade Living tidak hanya mendesain tapi juga membangun, sehingga proses pengerjaan membutuhkan waktu. “Saya akan sedikit menjelaskan mengenai tahapan dalam desain, karena di Arcade Living, kita desain dan membangun. Jadi tahapan pertama desain dulu. Nah, setelah desain, dari kita ketemu dengan klien kemudian kita berdiskusi dan mencari tahu apa yang menjadi keinginan klien. Selanjutnya kita survey, setelah survey kita langsung untuk mendesain sampai tahap final. Setelah final kita sampai ke tahapan rendering, lalu akan keluar Rencana Anggaran Biaya, jika klien mau lanjut untuk langsung ke produksi. Untuk desain sendiri, kalau untuk kamar biasanya tidak sampai 1 bulan, kalau untuk satu rumah itu biasanya sampai 3 bulan,” jelas Astri.
Menurut Astri, tantangan terbesar dalam bisnis ini adalah waktu dan budgeting. “Kalau dari segi waktu, kebanyakan klien kita pengennya cepat jadi. Padahal ada proses, dan tidak bisa instan. Akhirnya kami selalu mengingatkan kembali ke klien bahwa sesuatu itu butuh proses. Sementara dari segi budgeting, umumnya klien pengennya banyak tetapi ketika keluar budgeting, mereka respon, “duh kok segini ya”. Karena itu, dari awal kita transparan dan tanya ke klien, berapa budgetnya, lalu kami menyesuaikan desain dan material yang digunakan,”
Arcade Living yang telah dibangun selama 11 tahun menggunakan teknik marketing konvensional yakni dari mulut ke mulut. “Karena dengan mereka melihat hasil kualitas kita, biasanya akan merekomendasikan pada sahabat, teman dan saudara,” ujar Astri.
Meski begitu, dengan perkembangan digital saat ini, Arcade Living tetap melakukan promosi melalui media sosial seperti Instagram dan Tik Tok. Tak hanya itu, karya Arcade Living juga bisa dilihat di website dan YouTube chanel.
Lalu apa harapan Arcade Living ke depannya? “Tentunya ini harapan semua pengusaha bahwa usaha Arcade Living ini akan lebih berkembang, lebih maju, dan dapat membantu lebih banyak orang. Kemudian mudah mudahan kami bisa bukan cabang tidak hanya di beberapa kota besar di Indonesia dan tapi juga sampai ke luar negeri. Mohon doanya ya,” pungkas Astri.
Artikel ini juga dapat dibaca di Majalah Digital Kabari Edisi 207
Simak wawancara Kabari bersama Astri Kania dibawah ini.