Di tengah berkembangnya industri fashion yang semakin modern, Edith House hadir sebagai oase yang mengedepankan keberlanjutan dan kecintaan terhadap lingkungan.
Edita Rianti Anastasia, sosok di balik Edith House, menceritakan perjalanan inspiratifnya dalam mendirikan dan mengembangkan rumah kreatif ini.
Edith House adalah rumah kreatif yang fokus pada fashion dan kerajinan ecoprint.
Edita menjelaskan, “Edith House berangkat dari limbah lingkungan dan kecintaan saya terhadap kerajinan. Kami memfokuskan diri untuk mengembangkan bisnis fashion craft yang sustainable dan ramah lingkungan.”
Ecoprint adalah teknik pemotifan kain menggunakan bahan alami seperti daun, bunga, dan batang. Di
Edith House, proses ini melibatkan pemberdayaan masyarakat sekitar.
“Kami menggandeng penjahit lokal dan berkolaborasi dengan Bekasi Ecoprint Club untuk produksi. Ini memberikan dampak positif pada lingkungan dan masyarakat sekitar,” ujar Edita.
Menurut Edita, DNA Edith House terletak pada keberanian dalam bermain warna.
“Kami mencampur berbagai warna untuk menghasilkan nuansa yang unik dan berbeda. Itulah ciri khas kami: keberagaman dan keceriaan warna,” jelasnya.
Edith House berkomitmen pada keberlanjutan dari hulu ke hilir.
“Kami menggunakan bahan alami dalam setiap proses produksi. Bahkan, daun yang sudah digunakan kami manfaatkan kembali sebagai pewarna. Sisa-sisa perca juga kami kolaborasikan dengan crafter untuk menjadi produk baru yang bernilai,” kata Edita.
Edith House memproduksi berbagai fashion craft ecoprint seperti pakaian jadi, tas, sepatu, dompet, kain, dan pashmina. Semua produk tersebut dibuat dengan bahan-bahan alami dan teknik ecoprint yang ramah lingkungan.
Edith House menggunakan strategi marketing offline dan online. “Kami mengikuti pameran dalam dan luar negeri, serta bekerjasama dengan toko ritel seperti Sarinah dan Alun-Alun Indonesia. Secara online, produk kami tersedia di Tokopedia, Shopee, dan Padi UMKM,” ungkap Edita.
Proses pembuatan produk Edith House melibatkan teknik pewarnaan alami. “Kami menggunakan pewarna alami dan daun-daun sekitar rumah untuk pemotifan kain. Proses akhirnya dilakukan dengan cara dikukus,” jelas Edita. Ini memastikan setiap produk memiliki karakteristik unik dan ramah lingkungan.
Edith House fokus pada bahan serat alami berkualitas premium, seperti katun dan sutra. “Kami memilih yang terbaik untuk customer kami, terutama di level middle up,” ujar Edita.
Salah satu tantangan terbesar Edith House adalah persaingan dengan produk lain yang menggunakan teknik printing.
“Secara harga, kami tidak bisa bersaing dengan produk printing, tetapi kami tetap berkomitmen pada proses manual yang memberikan nilai lebih pada setiap produk,” kata Edita. Edita memiliki visi besar untuk masa depan Edith House.
“Kami ingin lebih baik dari sekarang. Setelah go lokal, tahun ini kami mulai merambah ke go internasional. Kami berharap produk Edith House bisa diterima di mancanegara dan memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar serta lingkungan,” ungkapnya.
Selain produksi, Edith House juga aktif dalam pelatihan dan edukasi ecoprint.
“Kami melakukan sosialisasi melalui pelatihan dengan masyarakat sekitar. Kami juga mendorong peserta untuk menanam kembali dengan memberikan bibit tanaman dalam setiap kit pelatihan,” kata Edita.
Artikel ini juga dapat dibaca di Majalah Digital Kabari Edisi 201
Simak wawancara Kabari bersama Edita Rianti Anastasia dibawah ini