Anita Rahardja, pendiri Arra Jewelry, memulai perjalanannya dalam dunia craft dengan latar belakang yang tidak biasa.

Sebelumnya, Anita adalah seorang desainer grafis di sebuah majalah fashion. Pengalaman ini menginspirasinya untuk menciptakan aksesori sendiri, terutama setelah menyadari potensi limbah batik yang ada.

Menurut Anita, “Awalnya saya merupakan desainer grafis yang bekerja di sebuah majalah fashion. Dari majalah fashion ini, saya banyak melihat berbagai kreasi aksesori yang menimbulkan keinginan saya untuk mencoba membuat sendiri, apalagi karena saya melihat banyak bahan-bahan limbah dari batik-batik sisa.”

Dunia crafting menawarkan kebebasan berkreasi yang sangat menarik bagi Anita. Ia menjelaskan, “Di dunia crafter, sangat menarik karena berbeda dengan pengalaman saya sebelumnya di kantor yang penuh aturan, jam kerja ketat, dan lembur. Di crafting, aturan kerjanya lebih bebas. Meskipun ada aturan lain, kita lebih bebas berkreasi dan imajinasi bisa lebih berkembang.”

Proses pembuatan produk Arra Jewelry melibatkan pemanfaatan limbah batik dengan teknik yang inovatif. Anita menjelaskan, “Saya memilih kain karena tertarik dengan banyaknya limbah batik yang tersisa. Batik itu susah dibuat, jadi saya berusaha memanfaatkan limbah ini dengan membuat tali-tali dan jalinan, sebagian menggunakan teknik makrame dan dikombinasikan dengan bahan lain.”

Berbagai produk telah dihasilkan, termasuk kalung, gelang, dan anting yang memanfaatkan sisa bahan lurik dan batik.

“Produk kami termasuk kalung dengan bahan sisa lurik dan batik yang dibuat tali lalu dijalin dengan bahan motif lain untuk memberikan kontras. Selain itu, ada juga gelang, anting, dan aksesori lainnya seperti gantungan kunci dan dompet dari sisa kain batik,” tambah Anita.

Setelah lebih dari 12 tahun menekuni dunia craft, Anita mengungkapkan bahwa gelang dan kalung adalah produk yang paling diminati.

“Gelang dan kalung adalah produk yang paling laku. Untuk gelang, harga bervariasi tergantung bahannya, sekitar Rp120.000. Kalung harganya berkisar antara Rp100.000 hingga Rp400.000, tergantung pada apakah ada batu besar atau hanya kain,” jelasnya.

Anita juga merasa beruntung karena mendapat dukungan dari teman-teman desainer dalam mencari bahan. “Kami mendapatkan banyak bahan dari teman-teman desainer yang memberi kami sisa kain. Tantangannya adalah membersihkan bahan-bahan yang kumel dan memilahnya hingga mendapatkan yang sesuai,” tuturnya.

Untuk pemasaran, Arra Jewelry memanfaatkan berbagai saluran, baik offline maupun online.

“Kami memasarkan produk offline di Pula Gallery, bekerja sama dengan desainer dalam event seperti Kebaya Week dan Fashion Trend, serta menggunakan media sosial dan reseller untuk promosi,” kata Anita.

Anita memiliki harapan besar untuk masa depan Arra Jewelry, yaitu memperluas kolaborasi.

“Saat ini saya sangat menikmati kolaborasi dengan teman-teman. Saya berharap bisa lebih banyak lagi kolaborasi ke depan, seperti dengan Boldsession dan Jinjit Potery. Kami ingin mendukung satu sama lain, terutama karena banyak partner kami adalah perempuan, jadi semangatnya adalah perempuan mendukung perempuan,” ungkapnya.

Artikel ini juga dapat dibaca di Majalah Digital Kabari Edisi 203

Simak wawancara Kabari bersama Anita Rahardja dibawah ini