Yani Halim sebagai fashion designer menceritakan awal mulai terjun di dunia bisnis. Saat itu, tahun 2009, Yani memulai usaha butik. Namun, saat itu, ia menjual baju-baju ready to wear. “Waktu itu belum mendesain, jadi beli baju yang sudah jadi lalu dijual,” ungkap Yani kepada KABARI.

Seiring waktu berjalan, Yani berasa memiliki potensi dalam mendesain baju. “Saya ingat waktu zaman kuliah di Bandung, Ibuku sering banget bikin baju, terus beliau itu minta aku yang desain. Jadi memang inspirasinya memang dari almahrum Ibuku,” cerita Yani.

Setelah mengembangkan kemampuanya dalam mendesain baju, Yani lalu membangun brand pertamanya, yang dibuat sesuai namanya, Yani Halim. “Halim adalah nama bapak saya,” tukas wanita murah senyum ini.

Yani Halim

Yang khas dari produk Yani Halim adalah bahannya menggunakan kain wastra Nusantara, secara khusus batik dari Jambi. “Karena saya kebetulan berasal dari Jambi, sehingga setiap koleksi yang saya desain dipadupadankan dengan denim, karena tujuannya itu agar bisa dipakai di semua kalangan, dan tentu saja agar tampilannya lebih muda dan modern,” kata Yani.

Selain menggunakan wastra Nusantara, kekhasan lain dari karya Yani adalah penggunaan warna. “Ciri khas desain saya adalah penggunaan warna soft pink, misalnya warna soft pink di saku. Jadi meski hanya di area tertentu pada baju, tapi selalu ada warna tersebut,” ujar Yani.

Saat membangun usaha ini, umumnya produk yang dibuat Yani berdasarkan pesanan. Namun, seiring dengan berjalannya usahanya, dalam dua tahun terakhir, Yani mulai merambah ke produk fashion ready to wear. Untuk koleksi ready to wear tersedia di Oke Mart Blok M, Jakarta Selatan. “Segera akan ada di mal-mall lainnya,” kata Yani.

Meski telah memiliki kemampuan mendesain yang dipelajari secara otodidak, Yani ingin terus mengembangkan kapasitas dirinya. Ia mulai rutin mengikuti berbagai kursus terkait fashion, mulai dari membuat pola hingga ilustrasi. “Sekarang saya sedang menempuh kuliah S1 Fashion Designer,” kisah Yani dengan riang.

Untuk segmentasi pasar produk Yani Halim mengarah ke kalangan menengah atas. Pasalnya produk-produk yang dibuat Yani menggunakan bahan-bahan berkualitas, mulai dari batik tulis hingga kain tenun. “Bahan-bahan ini, saya dapatkan langsung dari pengrajinnya. Misalnya pengrajin batik dari Jambi, lalu pengrajin tenun dari Lombok dan Jawa,” ungkap Yani.

Yani mengakui bahwa bisnis di bidang fashion memiliki persaingan yang ketat. Meski begitu, Yani tidak takut. Hal ini karena produk yang dibuat Yani memiliki keunggulan.

Yani Halim

“Saya punya ciri khas dengan produk menggunakan wastra Nusantara, tujuannya untuk memajukan warisan budaya Indonesia. Saya ingin mengajak anak muda agar mau pakai wastra yang dipadupadankan dengan denim. Kebaya juga termasuk warisan budaya, lalu saya padupadankan dengan denim, juga dipadu dengan kain yang dililit, simpel untuk dipakai,” tukas Yani.

Yani juga selalu melek dengan perkembangan fashion hari ini. Karena baginya bertahan dalam bisnis ini, kuncinya adalah inovasi. “Saya lakukan inovasi dengan desain-desain terbaru mengikuti perkembangan jaman, dengan mengikuti selera Gen Z,” kata Yani.

Karena itu, harapan Yani ke depannya, agar semakin banyak anak-anak muda Indonesia ini menghargai warisan budaya. “Agar mereka mau memakai batik, mau memakai sarung dan kebaya. Untuk mengajak mereka memakai ini, tentu bukan cara yang mudah, maka dari itu kita perlu membuat desain yang disukai anak-anak muda. Saya buat desain-desain yang edgy agar disukai kalangan muda,” pungkasnya.

Artikel ini juga dapat dibaca di Majalah Digital Kabari Edisi 205

Simak wawancara Kabari bersama Yani Halim dibawah ini.