Pilkada Jakarta telah berlangsung pada 27 November 2024 lalu. Hasilnya pasangan Pramono Anung-Rano Karno unggul, diikuti oleh Ridwan Kamil-Suswono dan Dharma Pongrekun-Kun Wardhana.

Sayangnya tingkat partisipasi rakyat yang rendah dalam Pilkada Jakarta kali ini. Mengacu pada hasil quick count Litbang Kompas, Jakarta mempunyai angka golput tertinggi, yaitu mencapai 42,07 persen, dengan suara tidak sah 4,6 persen dan suara sah 53,33 persen.

Angka ini menunjukkan realitas menyedihkan bahwa banyak warga Jakarta merasa tidak memiliki pilihan yang benar-benar merepresentasikan aspirasi mereka. Situasi ini menghalangi partisipasi politik rakyat secara luas. “Setelah melihat hasil tingginya golput, nurani kami tergerak untuk menyuarakan kebenaran. Kami percaya bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan, dan kita semua memiliki tanggung jawab moral kepada sejarah untuk memperjuangkan demokrasi yang sejati, adil, dan berpihak pada rakyat,” ungkap Ketua Gerakan Rakyat Jakarta Menggugat (GERJAGAT) Yerie Benie Putong, saat konferensi pers yang berlangsung di Pendopo Masjid dan Makam Proklamator Bung Hatta, Tanah Kusir, 5 Desember 2024.

Sekedar informasi, GERJAGAT adalah gerakan rakyat mandiri yang lahir dari keresahan mendalam terhadap kemerosotan demokrasi akibat politik transaksional dan manipulasi elit. Gerakan ini tidak memiliki afiliasi dengan kandidat mana pun dalam Pilkada Jakarta. GERJAGAT hadir untuk memperjuangkan hak-hak rakyat dalam mendapatkan proses demokrasi yang adil dan transparan. “Kami juga menyerukan kepada kandidat yang telah mengklaim kemenangan agar mempertimbangkan kembali, dengan menjunjung tinggi kehormatan demokrasi, untuk mendukung pemilu ulang. Dilantik dengan hanya dukungan sekitar 2 juta pemilih dari total 8 juta Daftar Pemilih Tetap (DPT) akan menciptakan ketimpangan luar biasa dan legitimasi pemerintahan yang rapuh,” terang Yerie.

Dalam pernyataan sikapnya, GERJAGAT menyuarakan enam poin penting. Pertama, menuntut pemilu ulang di Jakarta. Karena rendahnya tingkat partisipasi dan dominasi politik transaksional. Dengan pemenang hanya meraih dukungan sekitar 2 juta pemilih, hasil Pilkada ini tidak mencerminkan aspirasi mayoritas warga Jakarta.

Kedua, akan mengajukan gugatan hukum ke Bawaslu dan Mahkamah Konstitusi (MK). “Gugatan hukum ke MK akan kami lakukan, setelah melihat perkembangan. Kami melihat tingkat partisipasi rendah yang merusak legitimasi Pilkada. Serta bukti kuat praktik politik transaksional, yakni dugaan maraknya distribusi sembako dan ancaman terhadap pemilih. Dan, ketimpangan akses yang mencolok antara kandidat partai politik dan suara mandiri rakyat,” tukas Yerie.

Ketiga, menggerakkan kebangkitan golongan putih (Golput). GERJAGAT menyerukan kepada lebih dari 3,8 juta warga golput untuk mengorganisir diri, bergerak bersama, dan menjadi kekuatan perubahan. Kebangkitan suara mandiri yang mencapai 10% menunjukkan bahwa rakyat bisa menghukum politikus yang korup dan partai yang tidak mewakili aspirasi masyarakat.

Keempat, menolak semua hasil lembaga survey. GERJAGAT secara tegas menolak semua hasil lembaga survei yang terbukti tidak mencerminkan realitas di lapangan. Survei-survei tersebut tidak hanya meleset jauh dari hasil Pilkada, tetapi juga memperlihatkan keberpihakan pada elit politik, yang mencederai kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.

Kelima, mengkritisi politik tingkat tinggi yang merugikan rakyat kecil. GERJAGAT menilai bahwa praktik politik tingkat tinggi yang tidak transparan telah memperlambat aliran dana ke sektor riil. Akibatnya, perekonomian masyarakat akar rumput semakin tertekan. Rakyat yang bekerja keras setiap hari tidak merasakan manfaat nyata dari proses politik ini.

Keenam, menolak berunding dengan partai politik. GERJAGAT menegaskan tidak akan bekerja sama dengan partai politik yang hanya melayani kepentingan elit. Gerakan ini berdiri mandiri dan berpihak pada rakyat yang menginginkan perubahan sejati.

“Hasil Pilkada ini mencerminkan krisis kepercayaan rakyat terhadap demokrasi. Tingginya angka golput dan meningkatnya dukungan untuk suara mandiri rakyat menunjukkan bahwa rakyat ingin perubahan. Pemilu ulang adalah satu-satunya solusi agar legitimasi demokrasi terjaga,” terang Yerie.

Meski Pilkada Jakarta menunjukkan rendahnya partisipasi Masyarakat, namun GERJAGAT yakin akan Pemerintahan dibawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. “GERJAGAT yakin bahwa dalam masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, banyak hal agung yang akan bertumbuh, terutama keberpihakan kepada rakyat kecil. Kami meminta Presiden untuk memperhatikan kondisi demokrasi di Jakarta ini dan membiarkan proses terbaik untuk rakyat dapat dijalankan,” jelas Yerie.

Meskipun GERJAGAT tidak percaya pada proses yang dikendalikan partai politik, tetapi yakin bahwa pemerintahan Prabowo Subianto mampu memastikan hal-hal terbaik terjadi dan hak-hak rakyat terlindungi, jauh melampaui dominasi politik partai.

Sumber Foto: istimewa

Baca Juga: