Ferry tidak pernah membayangkan akan menjadi seorang fashion designer terlebih memiliki bisnis di bidang ini. Namun suratan takdir mengatakan sebaliknya, puluhan tahun berlalu, Ferry kini dikenal sebagai fashion designer yang namanya sudah tidak asing lagi di telinga para penikmat fashion tanah air, terutama di Semarang.
Kepada KABARI, Ferry menceritakan awal mula perjalanannya di dunia fashion. Dia mengatakan dirinya hanyalah lulusan SMA dengan latar belakang di dunia perhotelan, bukan fashion. Bahkan sempat bekerja di kapal pesiar selama beberapa tahun dengan gaji yang lumayan saat itu.
Meski tidak mempunyai latar belakang pendidikan fashion. Tetapi dunia fashion menarik perhatiannya. Ditambah Ferry memiliki segudang pengalaman hingga berani membuka usaha butik. Pun didukung oleh kecintaan terhadap fashion sudah tumbuh sejak dirinya menginjak bangku sekolah.
“Mungkin cinta sudah dari SMP. Setiap kali lebaran, setiap kali ada acara, saya selalu mendesain baju yang akan saya pakai ke penjahit langganan, mulai dari situ saya sudah mulai suka mendesain sendiri. Saya autodidak belajar fashion dari trial and error. Tidak seperti sekarang langsung lihat google, Pinterest atau sosmed lainnya. Dulu belajarnya dari buku, majalah dan harganya mahal, ” jelasnya.
Mantap dengan pilihannya, sekitar tahun 2003 Ferry mencoba memulai bisnis fashion. Singkat cerita, mengenalkan, mengembagkan dan menjual tidak semudah membalikkan telapak tangan. Di awal kariernya Ferry pernah dijuluki “Moro Tailor”. Julukan tersebut diberikan oleh teman-temannya karena dirinya rela menjemput bola untuk mendatangi langsung klien-kliennya.
Hal itu menjadi salah satu cerita Ferry di awal-awal mempromosikan produk fashionnya. Menurutnya, mengenalkan usaha pada waktu itu cenderung lebih sulit daripada sekarang. Tetapi semua itu dapat dilaluinya melalui proses yang pantang menyerah.
Saat itu Ferry memulai kariernya d dengan busana kebaya kontemporer dengan tajuk ‘Bajoekoe’. Hingga sampailah Ferry dikenal dan memiliki pelanggan, dari yang biasa saja sampai kalangan pejabat dan pesohor di dunia hiburan.
Melalui Bajoekoe’, Ferry ingin mempersatukan selera dan fashion antara generasi muda dan generasi tua, yaitu sebuah kebaya dengan gaya fashion terkini namun tetap menghayati tradisi melalui rancangannya.
Akan halnya dengan garis rancang Ferry yang menekankan pada detail, glamor, feminis, seksi dan elegan.
“Saya mendesain pakaian sesuai dengan karakter pelanggan, dengan melihat juga kesibukan mereka dan profesinya. Bisa menempatkan design sesuai dengan occasion dan itu menjadi tantangan tersendiri bagi saya,” tuturnya.
Seiring berjalannya waktu, Ferry tidak hanya sekadar menghadirkan kebaya kontemporer dan menghadirkan cakupan busana fashion yang lebih luas.
“Saya memang dikenal dulu mendesain kebaya padahal sih tidak juga. Saya banyak menerima pesanan dari baju hijab, atau dress batik dan lainnya. Hanya orang sudah melekatkan kebaya di Ferry Bajoekoe atau Ferry Setiawan. Padahal mulai tahun 2012, saya sering mengeluarkan rancangan berupa dress di beberapa fasion show besar dan jarang menampilkan show kebaya,” katanya.
Beberapa tahun belakangan Butik Ferry Setiawan yang berada di Jalan Semeru Raya No.1C, Gajahmungkur, Semarang, ini mulai mengeluarkan koleksi busana ready to wear.
“Beberapa produk sudah kita pasarkan ke beberapa store di Semarang. Dan ini akan kita tingkatkan lagi. Jadi masyarakat dapat menikmati design / rancangan ready to wear yg terjangkau dari segi harga,” pungkasnya.
Artikel ini dapat dilihat di Majalah Digital Kabari Edisi 189
Baca Juga:
- Marcello Tahitoe Rilis Setunggal, Sajian Retro Pop Penuh Warna
- Serunya Italian Film Festival 2025: Venice in Jakarta
- Video: Priscilla Yong Antara Arisan, Kecantikan, dan Semangat Kartini di Era Modern
- Video: Anita Gathmir, Pegiat Tenun Tidore Semoga Menginspirasi Para Perempuan dari Indonesia Timur untuk Bangkit dan Berkarya
- Video: Rimigy Rihasalay, Semangat Kartini Hidup dalam Setiap Rancangan dan Langkah Perempuan Indonesia