Pada awal Juli lalu Lina Berlina mengadakan fashion show Tunggal di Hilton Hotel Berlin dalam rangka Berlin Fashion Week 2023.  Bertajuk LB Lina Berlina The Magic Stripes Show & Dinner in White, para tamu yang hadir dalam acara tersebut mengenakan dresscode serba putih.

Di event ini, LB merilis garis-garis Lurik hitam putih dengan kombinasi bahan warna putih. Blazers, dan gaun-gaun brokat yang siap pakai dan tas-tas Lurik hasil karyanya yang ready to wear, seperti PhoneBag, hipbag dan lainnya. Sejauh mata memandang,  respon mereka yang hadir cukup antusias melihat koleksi yang dikeluarkan oleh fashion designer yang telah puluhan tahun menetap di Jerman ini.

Yup! Seperti di Vanny tousignant, menjadi fashion designer asal Indonesia yang berkarya di New York. Di Jerman ada  Lina Berlina yang merupakan satu-satunya fashion designer Indonesia yang berkarya di Berlin. Bukan setahun dua tahun Lina berkreasi, melainkan puluhan tahun. Bukan waktu yang sebentar untuk suatu konsisten dan komitmen. 30 tahun berlalu semenjak Lina memutuskan tinggal di kota itu. Lina tak pernah meredup. Terus bersinar dengan karya-karyanya yang terinspirasi dari Indonesia. KABARI beberapa waktu lalu berkesempatan berbincang dengan Lina Berlina, berikut kutipannya.

Apa yang menginspirasi Anda menjadi seorang fashion desainer?

Yang memberi inspirasi adalah dari kecil senang berpakaian modern lain dari yang lain. Dan saya senang mode, merancang baju sendiri, dan punya ide-ide baru  dan talent karena itu saya memilih untuk menjadi fashion designer. Saya pertama kali datang ke Jerman karena diundang KBRI di Berlin untuk mengadakan “mode show”, memperagakan karya-karya  pada acara Indonesia Kulturabend, atau malam kebudayaan Indonesia, yang diadakan di Haus der Kulturen der Welt atau rumah kebudayaan dunia.

Waktu itu saya sebagai perancang busana, sudah berkiprah sebagai fashion design di Indonesia. Nah, di tahun 1993 saya menikah dan sejak itu tinggal di Berlin. Ketika datang ke Jerman pertama kali, koleksi saya masih menggunakan batik.

Belajar fashion darimana sajakah?

Belajar fashion tahun 1989 di Pendidikan Design Mode Bandung. Pengalaman saya sebagai fahion designer sudah lebih dari 30 tahun mulai di Indonesia sampai tinggal di Berlin sampai sekarang.

Garis rancang dari karya Anda lebih seperti apa?

Dari tahun 1990-2004 garis rancangan saya memakai batik. Kemudian saya memilih memakai kain Lurik untuk basic karya saya. Dan sekarang dengan garis-garis Lurik di Jerman saya mempunyai identitas sebagai designer.  Karena menurut saya, desainer bisa dengan cepat tidak diberitakan lagi, tidak mengadakan pameran dan berhenti berkarya karena tidak punya identitas sendiri. Saya lebih fokus merancang aksesoris seperti tas, cappy dan lainnya karena siap pakai. Pakaian hanya sebagai pelengkap aksesoris karya saya jika saya mengadakan fashion show.

Sejak awal menjadi desainer, koleksi-koleksi apa saja yang telah dibuat?

Banyak sekali ya, di samping merancang untuk seragam-seragam juga untuk koleksi LB Lina Berlina. Dari mulai pakaian sampai tas. Karena dengan garis-garis Lurik yang betuah memberi keberuntungan bagi pemakainya.

Menarik mengenai lurik yang membawa keberuntungan?

Lurik ini benar-benar membawa keuntungan. Dulu lurik menjadi hadiah orang tua untuk anak yang menikah, atau punya anak dan sebagainya. Kain itu kemudian tidak dijadikan baju melainkan disimpan, karena diyakini membawa keberuntungan. Itu juga yang saya dengar dulu dari para ibu pemakan sirih, yang memintal kain untuk calon cucu, dan sebagainya. Jadi kan dibuatnya dengan cinta.

Lurik juga menjadi penyelamat bisnis saya. Tepatnya ketika pandemi dan banyak bisnis terpaksa terhenti karena orang tidak bisa berkumpul menyaksikan peragaan busana atau bekerja bersama-sama. Saya  membuat masker dari bahan lurik, dan dari penjualannya itu saya mendapat keuntungan, Karena itu saya bisa behalten Gewerbe [mempertahankan bisnis] saya. Masker-masker dari lurik yang saya buat sendiri, ia kenakan kemudian fotonya ia posting di media sosial. Kenalannya yang melihat foto-fotonya akhirnya membeli dan menyebarkan informasinya ke banyak orang.

Oh iya, produk fashion Lina Berlina diproduksi dimana?

Saya membuat semua produk LB di Indonesia, karena ingin menolong keluarganya yang punya pegawai puluhan orang. Di Jerman saya hidup sederhana  tapi saya bantuin mereka supaya tetap bisa hidup. Saya sering bilang ke pelanggan produknya, dengan membeli produk buatannya berarti mereka juga sudah menyokong para pekerja di Indonesia.

Apa kesulitan utama menjadi perancang busana di negeri orang?

Kesulitan pertama, banyak saingan bukan hanya dari desainer lokal tetapi dari negara lain juga. Terutama di Berlin, dua kali setahun ada Berlin Fashion Week. Designer dari negara Europa lainnya datang untuk menggelar koleksinya. Kedua, sebagai desainer harus mempunyai identitas basic design. Saya mempunyai basic design saya dari Lurik.

Rencana ke depan yang akan dilakukan?

Rencananya saya tetap bertahan dan eksis sebagai fashion designer Indonesia di Berlin. Dengan aktif mengadakan fashion show dan lainnya sambil membawa harum nama Indonesia dengan hasil karya saya.

Artikel ini dapat dilihat di Majalah Digital Kabari Edisi 191

Baca Juga: