Kisah perjalanan Tanti Damayanti adalah sebuah cerminan dari kegigihan dan keberanian dalam menyuarakan kampanye kesehatan autoimun, yang telah membawa perhatian pada masalah banyak orang di Indonesia.

Tanti, seorang penyintas lupus, membuka pintu bagi kita untuk melihat betapa kompleksnya hidup dengan kondisi autoimun seperti lupus.

Dia mengungkapkan penyebutan lupus biasa memakai diksi orang dengan lupus atau disingkat Odapus karena kita hidup berdampingan dengan penyakit seribu wajah tersebut.

Pada Januari 2018, Tanti menerima diagnosis lupus setelah satu tahun berjuang dengan masalah kesehatan jantung yang serius, termasuk aritmia.

Tanti pun sempat mau dipasang alat pacu jantung. Namun, diagnosa tersebut tidak menghentikan langkahnya.

Sebaliknya, itu menjadi pemicu bagi Tanti untuk menjadi lebih kuat dan bertekad.

Awalnya, Tanti menghadapi kesulitan dalam mencari informasi tentang lupus karena minimnya akses ke dokter yang memahami kondisi tersebut.

Namun, dengan tekadnya yang kuat, Tanti menemukan jalan menuju diagnosis yang akhirnya ditegakkan setelah hasil tes ANA positif.

Tidak puas dengan sekadar menerima diagnosa, Tanti merasa terpanggil untuk berbagi pengetahuan tentang lupus dari sudut pandang pribadinya.

Dia menyadari bahwa kecepatan dalam mendiagnosis lupus adalah krusial, karena banyak kasus yang terlambat terdeteksi, mengakibatkan kerusakan organ vital yang tidak terelakkan.

Melalui kampanyenya, Tanti tidak hanya menyuarakan pentingnya pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang penyakit autoimun, tetapi juga aktif terlibat dalam memberikan pemahaman di kalangan komunitas penyintas autoimun.

Dia membagi dan mendengarkan cerita mereka, yang kemudian diabadikan dalam dua buku yang inspiratif yaitu Metamorfosa (edisi ke-1) dan Metamorfosa 2 (edisi ke-2). Buku edisi pertama terbit pada 2020, sementara edisi ke-2 baru saja diluncurkan pada 2023 dalam acara ‘Road to Golden Age Sharing is Caring by Tanti Damayanti’.

“Tujuan saya membuat buku sebenarnya lebih untuk berbagi kepada sesama dan menceritakan pengalaman para penyintas autoimun. Bagaimana mereka bisa survive dan mengisi waktunya dengan hal-hal positif dengan tujuan menjaga Kesehatan mental mereka menjadi lebih baik,” katanya.

Tanti juga berusaha keras untuk mengurangi stigma terhadap orang dengan kondisi autoimun. Dia percaya bahwa pengetahuan yang lebih luas akan membantu masyarakat untuk lebih memahami dan mendukung mereka.

Sebagai bagian dari kampanyenya, Tanti bahkan menciptakan koreografi line dance yang berjudul “Matahariku”, sebuah ungkapan dari kesedihan seorang Odapus yang harus menjauhi sinar matahari.

Koreografi tersebut tidak hanya menjadi bentuk ekspresi seni, tetapi juga simbol dukungan bagi mereka yang hidup dengan kondisi autoimun.

Hobby line dance-nya membawanya mengikuti kejuaraan tingkat Nasional, tingkat Internasional Indonesia Open UCWDC (United Country Western Dance Council) dan membawa pulang medali juara 2 kategori Silver newcomers.

“Saya ingin memberikan contoh nyata bahwa seorang odapus bisa tetap berkarya dan berprestasi,” imbuhnya.

Artikel ini juga dapat dibaca di Majalah Digital Kabari Edisi 201

Baca Juga: