KabariNews – Kabar Tri Rismaharini menjadi calon Gubernur DKI Jakarta semakin santer dibicarakan orang. Isu ini diperkuat ketika PDI Perjuangan memanggil beberapa kepala daerah pada Sabtu pekan lalu.

Namun hal ini masih dalam proses dan belum dipastikan posisi Walikota Surabaya dalam running Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI, demikian yang dikatakan oleh  Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jendral PDI Perjuangan saat ditemui wartawan disela-sela acara bedah buku di FISIP Universitas Airlangga Surabaya (11/4). Hasto juga menambahkan, Pemanggilan sejumlah kepala daerah oleh Megawati memang dilakukan secara intens, namun pemanggilan tersebut untuk membahas konsep pembangunan nasional semesta berencana. Hasto menambahkan, soal bu Risma menjadi bacalon Gubernur DKI, itu terserah masyarakat Surabaya dan Jakarta.

Pemanggilan sejumlah kepala daerah dengan penyaringan bakal calon (bacalon) Gubernur DKI 2017 adalah proses yang terpisah. Kepala daerah Jakarta harus dipimpin orang yang mempunyai trek reccord yang baik, pemimpin yang tidak mudah dilobi oleh kekuatan pemegang modal, ujar Hasto.

Di sisi lain, Risma masih enggan berkomentar saat ditanya soal dirinya menjadi bacalon Gubernur DKI. Risma yang digadang-gadang oleh banyak kalangan untuk memimpin DKI menjadi gundah. Baginya yang terpenting adalah bagaimana caranya terus membangun masyarakat untuk kemajuan negara.

Yang menarik dalam acara bedah buku “Merajut Kemelut” dan menjadi catatan bagai mana kehadiran Risma sebagai anomali dalam demokrasi. Pakar politik Priyatmoko sekaligus dosen FISIP Airlangga berkomentar, naiknya Risma sebagai Walikota Surabaya bahkan untuk periode kedua dinilai sebagai bentuk keputusan partai yang sentralistik, bukan keputusan dari bawah.

“Kami sering mengkritisi model demokrasi partai yang sentralistik, ujar Priyatmoko. Risma merupakan pemimpin yang lahir karena demokrasi sentralistik dan keputusan Risma saat itu adalah keputusan dari atas.

Namun disisi lain, masyarakat Surabaya sudah menilai dan menggambarkan Risma sebagai legitmasi yang kuat karena kerja kerakyatannya. Bagaimana sentuhan tangan Risma dalam wajah kerakyatan, nilai-nilai kemanusiaan yang mengintregasikan harapan rakyat dengan keputusan Risma yang diambil. Selain itu masyarakat Surabaya sudah tidak memperdulikan lagi, dari mana Risma lahir menjadi Walikota? Mereka sekarang hanya memandang Risma adalah seorang Walikota Surabaya. (Yan-Jatim)