Kabari News – Plan International Indonesia mendukung setiap upaya perubahan yang terkait dengan persoalan gender, di mana dalam banyak kasus, anak perempuan belum ditempatkan setara dengan laki-laki. Dalam konteks hukum, Plan mendukung upaya judisial review Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Pernikahan (khususnya pasal 7 ayat 1), yang menyatakan batas minimal usia menikah perempuan 16 tahun.

Demikian dikatakan Country Director Plan International Indonesia, Mingming RemataEvora, di acara peringatan Hari Anak Perempuan se-Dunia (International Day of the Girls), yang diadakan di Jakarta, Jumat (10/10). Secara global, International Day of the Girls dirayakan setiap tanggal 11 Oktober.

“Garis hidup perempuan masih banyak ditentukan oleh kondisi pemahaman gender, di negara mana ia dilahirkan. Di Indonesia, banyak perempuan yang terpaksa menikah di usia anak, karena undang-undang perkawinan masih membenarkannya,” kata Mingming.

Penetapan usia 16 tahun sebagai batas minimal menikah dinilai tidak sejalan dengan semangat konstitusi, yang menjamin pendidikan dan kesehatan setiap warga negara. Dengan batasan usia 16 tahun menikah bagi anak perempuan, maka peluang mereka sebagai anak untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi menjadi berkurang.

Riset Plan di Indonesia tahun 2011 menyebutkan, 33,5 persen anak usia 13–18 tahun pernah menikah. Rata-rata mereka menikah di usia 15,16 tahun. Hampir semua perempuan yang menikah di usia muda tidak lagi dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.

Mengutip laporan Bank Dunia, Indonesia berhasil memperkecil gap gender di beberapa area kunci, seperti bidang kesehatan, di mana angka kematian ibu melahirkan menurun. Berdasarkan indeks SIGI (Social Institution and Gender Index), posisi Indonesia naik dari urutan ke 55 dari 102 negara pada tahun 2009 menjadi urutan 32 dari 86 negara pada tahun 2012. Namun meski demikian, masih banyak tantangan yang harus dihadapi untuk menghilangkan gap gender, sehingga anak perempuan bisa diperlakukan setara dengan anak laki-laki.

Di acara ini, Plan menghadirkan Musri, (18 tahun), anak dampingan dari Rembang, yang bulan lalu hadir sebagai saksi kunci di Mahkamah Konstitusi dalam sidang Judicial Review UU No.1/1974 tentang Pernikahan.

“Musri mungkin satu dari sedikit pengecualian. Dia menikah di usia 14 tahun, dijodohkan orang tuanya. Selama 5 bulan dia tinggal dengan suami yang kemudian meninggalkannya. Setelah berpisah, Musri berjuang melanjutkan sekolah, dan kini dia duduk di kelas 3 SMA di Rembang,” jelas Mingming.

Dia menambahkan, Plan terus memperjuangkan pencegahan pernikahan anak, dengan merangkul sejumlah organinasi masyarakat dan keagamaan yang mempunyai pengaruh di tingkat akar rumput. Pekan lalu, misalnya, Plan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak, BKKBN serta 20 organisasi keagamaan dan LSM nasional mendeklarasikan Gerakan Stop Pernikahan Anak. Melalui gerakan ini, diharapkan gerakan pencegahan pernikahan anak menjadi skala prioritas semua pihak.

image52eb37Terkait perayaan International Day of the Girls, tahun ini Plan Indonesia bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak serta Kompas TV mengadakan kompetisi film tingkat nasional. Kompetisi film ini diadakan sekaligus untuk mensosialisasikan kampanye BIAAG (Because I Am A Girl), yang mempromosikan persamaan hak dan akses bagi anak perempuan di berbagai bidang terutama pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Film yang dilombakan harus masuk dalam tema besar “Memberdayakan Remaja Perempuan: Memutus Lingkar Kekerasan.”

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?71446

Untuk melihat artikel Khusus lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini
______________________________________________________

Supported by :

 jason_yau_lie

 

 

 

Kabaristore150x100-2