Penahanan dua ketua non aktif Komisi Pembarantasan Komisi (KPK),
Bibit Samad Riyanto dan Chandra Muhammad Hamzah oleh polisi, 28
November 2009, seperti menjadi bola panas. Persoalan ini bahkan menjadi
isu nasional selama dua minggu belakangan.

Masyarakat menilai, ini adalah perseteruan antara tiga instansi penegak hukum Indonesia, Kejaksaan, Polisi dan KPK. Ketiganya dianalogikan “Godzilla” (Kejaksaan), “Buaya” (Polisi) dan “Cicak” (KPK).
Dari kasus yang berkembang, terkesan posisi “Cicak” terjepit dikeroyok
“Godzilla” dan “Buaya”, yang kemudian menimbulkan dukungan luar biasa
dari masyarakat luas kepada KPK. Dalam
“Gerakan 1.000.000 Facebookers Dukung Chandra Hamzah & Bibit Samad
Riyanto” di situs facebook, angka pendukunganya sudah menembus 326,348
pendukung (KabariNews.com/?33967).

Presiden SBY juga sempat memanggil sejumlah tokoh nasional, diantaranya rektor UIN
Syarif Hidayatullah, Komarudin Hidayat, Rektor Universitas Paramadina,
Anis Bawasedan, dan pakar hukum Todung Mulya Lubis ke Istana Negara
untuk membahas isu ini pada 30 November 2009. Dua hari kemudian
Presiden SBY membentuk Tim Pencari Fakta (TPF).

Bagaimana sebenarnya kronologi peristiwa ini sehingga menjadi isu
nasional yang tergolong cukup dahsyat mendapat perhatian masyarakat?

Kronologi :

3 Juni 2009

Direktur PT. Masaro Radiokom, Anggoro Widjojo, ditetapkan sebagai
tersangka korupsi pengadaan alat komunikasi terpadu Departemen
Kehutanan pada 2007 oleh KPK.

30 Juni 2009

Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI Komisaris Jenderal Susno
Duadji, yang sedang menangani kasus Bank Century, menyatakan teleponnya
disadap. Belakangan, KPK
mengatakan memang sedang menyelidiki dugaan suap kepada petinggi
kepolisian berinisial SD dalam kaitan dengan kasus Bank Century.

10 Juli 2009

Susno menemui Anggoro, yang jadi buronan KPK, di Singapura.

4 Agustus 2009

Ketua non Aktif KPK, Antasari Azhar, yang ditahan polisi terkait kasus pembunuhan Bos PT. BRP, Nasrudin Zulkarnain, ‘nyanyi’ bahwa dua pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah mendapat suap dari Anggoro sebesar Rp 6 miliar melalui Ary Muladi.

15 September 2009

Polisi menetapkan Bibit dan Chandra sebagai tersangka penyalahgunaan
wewenang. Belakangan, kuasa hukum Bibit dan Chandra mengatakan tuduhan
untuk kliennya berubah-ubah, dari penyuapan hingga pemerasan. Bibit dan
Chandra dikenai wajib lapor seminggu tiga kali

28 September 2009

Bibit dan Chandra membantah keras menerima suap dari Anggoro, Bibit
mengeluarkan bukti surat-surat perjalanan dan tiket pesawat bahwa
dirinya sedang berada di Peru, saat Ary Muladi menyetorkan uang
kepadanya di Apartemen Belagio seperti disangkakan Polisi.

27 September 2009

Tim kuasa Hukum KPK melaporkan Duadji ke Kapolri

5 Oktober 2009

Susno diperiksa Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri terkait
dugaan penyalahgunaan wewenang dalam penetapan tersangka pimpinan KPK

6 Oktober 2009

Irwasum Polri memutuskan Susno tidak bersalah.

12 Oktober 2009

Ary mencabut pengakuannya kepada polisi bahwa ia telah menyuap Bibit dan Chandra.

24 Oktober 2009

Beredar transkrip penyadapan telepon Anggoro dan adiknya, Anggodo
Widjojo, dengan koleganya. Transkrip itu menyebut nama Presiden, Susno,
serta pejabat kejaksaan, dan diantaranya membicarakan upaya
mengkriminalisasi pimpinan KPK dan pembubaran lembaga ini.

26 Oktober 2009

Presiden SBY merasa namanya dicatut, dia meminta Polri mengusut rekaman tersebut.

29 Oktober 2009

Polisi resmi menahan Chandra dan Bibit karena unsur penahanan secara
obyektif dan subyektif telah terpenuhi. Polisi juga menyatakan
pernyataan-pernyataan keduanya di media dinilai bisa mengganggu proses
penahanan. Di saat yang sama, petinggi Polri menyebutkan bahwa
instruksi presiden yang meminta Polri mengusut rekaman, bersifat
kebijakan, jadi tidak bisa dilaksanakan Polri.

1 November 2009

Penahanan Bibit dan Chandra menuai kontroversi. Polisi dinilai kalap,
apalagi penahanan dilakukan hanya seminggu setelah beredarnya transkrip
pembicaraan telepon Anggodo dengan sejumlah pejabat kejaksaan yang juga
menyebutkan nama perwira polisi. Dukungan terhadap terhadap KPK terus mengalir dan menguat. Presiden membentuk Tim Pencari Fakta

3 November 2009

Kapolri meminta maaf atas penyebutan analogi Cicak dan Buaya yang
pertama kali dihembuskan Susno Duadji. Sementara Jaksa Agung Muda
Pengawasan Hamzah Tadja, mengkonfirmasi bahwa mantan Jaksa Agung Muda
Intelejen Wisnu Subroto telah mengakui rekaman percakapan dengan
Anggodo adalah benar suara dirinya, namun bukan dalam upaya
kriminalisasi pimpinan KPK.

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?33990

Untuk melihat Berita Indonesia / Khusus lainnya, Klik disini

Klik disini untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :