Masyarakat Indonesia dikenal memiliki budaya berkumpul yang cukup kuat. Di jaman lalu, selain hidup berkelompok, masyarakat suku-suku tradisional Indonesia kerap melakukan acara atau ritual yang sifatnya beramai-ramai atau berkumpul.

Sekarang pun, budaya berkumpul masih terpelihara dengan baik. Tengok saja warung- warung kopi, biasanya ada saja orang yang berkumpul sekedar ngobrol sambil menikmati secangkir kopi panas.

Bahkan di tanah Jawa, ada pribahasa terkenal, “Mangan Ora Mangan Sing Penting Kumpul”  Lebih jauh, pribahasa ini sebetulnya menandakan pentingnya sebuah unity, sebuah persatuan. Segalanya dapat kita capai jika kita berkumpul (baca:bersatu).Demikian kira-kira maksudnya.

Jika ingin bukti lebih jauh, silakan tengok negara-negara di luar negeri yang ada penghuni asal Indonesia, pasti ada perkumpulan orang Indonesianya. Macam-macam namanya. Di Amerika ada Permias, Indolans, dan sejumlah perkumpulan gereja atau pengajian.

Sementara di Eropa ada Perkumpulan Indonesia Belgia, Perkumpulan Indonesia- Jerman, dan sebagainya, bahkan hingga ke Afrika. Mereka terdiri dari bermacam latar belakang. Mulai mahasiswa sampai ibu rumah tangga.

Tujuan perkumpulan biasanya sederhana saja, mengadakan pertemuan rutin untuk sekedar menjalin silaturahmi antar sesama warga Indonesia. Sambil sesekali membicarakan isu-isu yang sedang terjadi di tanah air. Tapi intinya, kumpul-kumpul.

Awalnya Hanya Sebuah Perkumpulan

Namun siapa mengira sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia yang dimulai dari para pemuda sebetulnya berawal dari ‘hanya’ sebuah kumpul-kumpul?

Sekira 102 tahun lampau, di negeri Belanda, para pemuda Indonesia yang bersekolah di Belanda membuat sebuah perkumpulan bernama Indische Vereniging.

Organisasi ini bersifat sosial moderat. Sosial karena menjadi ajang kumpul sesama mahasiswa Indonesia di Belanda, moderat karena selalu menghindarkan dari perilaku atau pengungkapan yang ekstrem.

Dalam setiap pertemuan, mereka seringkali memperbincangkan masalah dan persoalan tanah air, termasuk soal kemerdekaan, meski baru dalam tataran obrolan atau diskusi. Bahkan, organisasi ini juga sering mengadakan pesta dansa-dansa.

Tahun 1913, ketika sejumlah tokoh pergerakan datang ke Belanda untuk bersekolah, termasuk diantaranya Ki hajar Dewantara dan Tjipto Mangoenkoesoemo, organisasi ini mulai berubah.

Organisasi ini mulai mengarah kepada pokok-pokok soal nasionalisme, wawasan kebangsaan, bahkan mengkritik praktik kolonialisme.

Pada masa ketua organisasi dipimpin Iwa Kusumasumantri tahun 1923, dimaklumatkan 3 asas pokok Indische Vereniging, yakni :

1. Indonesia menentukan nasibnya sendiri
2. Kemampuan dan kekuatan sendiri
3. Persatuan dalam menghadapi Belanda

Pada era 20-an itulah asas non-cooperative (tidak mau kerja sama-red) dengan Belanda mulai dihembuskan oleh para pemuda Indische Vereniging. Mereka tak takut atau khawatir, meski mereka sendiri sedang bersekolah di Belanda.

Tokoh-tokoh pemuda yang aktif di organisasi ini di antararanya, Mohammad Hatta, Achmad Soebardjo, Soekiman Wirjosandjojo, Arnold Mononutu, Sunario Sastrowardoyo, Sastromoeljono, Abdul Madjid, Sutan Sjahrir, Sutomo, Ali Sastroamidjojo, dan masih banyak lagi

Perkumpulan ini semakin hari semakin berkembang. Akhirnya ajang kumpul-kumpul ini kemudian menjadi ajang diskusi dan pergerakan.

Mereka juga memutuskan untuk menerbitkan kembali majalah Hindia Poetra dengan Mohammad Hatta sebagai pengasuhnya. Majalah ini terbit dwibulanan, dengan 16 halaman dan biaya langganan seharga 2,5 gulden setahun.

Penerbitan kembali Hindia Poetra ini menjadi sarana untuk menyebarkan ide-ide antikolonial. Dalam 2 edisi pertama, Hatta menyumbangkan tulisan kritik mengenai praktek sewa tanah industri gula Hindia Belanda yang merugikan petani.Tahun 1924, saat M. Nazir Datuk Pamoentjak menjadi ketua, nama majalah Hindia Poetra berubah menjadi Indonesia Merdeka. Tahun 1925 saat Soekiman Wirjosandjojo nama organisasi ini resmi berubah menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).

Hatta menjadi Voorzitter (Ketua) PI terlama yaitu sejak awal tahun 1926 hingga 1930. Sebelumnya setiap ketua hanya menjabat selama setahun. Perhimpunan Indonesia kemudian menggalakkan secara terencana propaganda tentang Perhimpunan Indonesia ke luar negeri Belanda.

Dan sejarah pun telah dimulai…  (yayat)

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?35628

Untuk melihat artikel Utama lainnya, Klik di sini

Klik di sini untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

________________________________________________________________

Supported by :