Jum’at pagi, tanggal 17 Juli 2009, Jakarta gempar.  Dua bom meledak masing-masing di hotel JW
Marriot dan hotel Ritz Carlton yang terletak di kawasan Mega Kuningan. Dalam
sekejap pusat bisnis itu mendadak tegang dan mencekam. Suara sirine ambulans dan
pemadam kebakaran terdengar hilir mudik. Dipastikan sembilan orang tewas dalam
tragedi itu.

Pada edisi Agustus kali ini, Kabari menurunkan liputan
khusus seputar peristiwa tersebut dalam rangkaian tulisan yang disusun oleh tim
redaksi.

Berikut liputan lengkapnya.

Kronologi

Kronologi  peristiwa
ini adalah ilustrasi berdasarkan rekontruksi polisi, rekaman CCTV, sejumlah
informasi dari Polri dan keterangan dari beberapa saksi mata.

JW Marriot

Diperkirakan sekitar pukul tiga sore tanggal 15 Juli 2009,
sebuah taksi Pusaka Lintas dari grup Blue Bird yang diduga dinaiki  pelaku pengeboman tiba di lobi hotel JW
Marriot. Pelaku diindetifikasi pria, berperawakan tinggi, kurus dan berkulit
putih. Dia turun dari taksi lewat pintu belakang kiri. Pria itu terlihat memakai
jaket dan topi warna hitam. Ia kemudian berjalan menuju bagasi mobil untuk
mengambil tas troli. Setelah itu masuk ke dalam hotel melewati pemeriksaan
petugas dan pemindai logam (metal detector).

Berdasarkan rekaman CCTV, pria tersebut reservasi di meja
resepsionis hotel JW Marriot pukul 15.01 WIB. Beberapa hari sebelumnya
dilaporkan sempat ada telepon dari nomor 0812456xxxx yang memesan kamar. Pria
tersebut menyebutkan  bahwa dirinya telah
memesan kamar. Dia lalu mendapat kamar nomor 1808.

Sejak chek in
tanggal 15 Juli pukul 15.01 hingga tiga hari kemudian, rekaman CCTV tidak
menangkap kegiatan pria tersebut. Baru pada Jum’at tanggal 17 Juli pukul 07.45
rekaman CCTV menangkap kembali gambar pria yang diduga kuat pelaku peledakan
bom.

Pria itu mengenakan setelan lengkap dan memakai topi. Dia
keluar dari lift sambil membawa dua tas besar, satu bagpack yang ditaruh di
dadanya bukan dipunggung, dan satu lagi tas atau koper yang memiliki roda.

Tanpa menoleh ke kanan dan ke kiri, sembari menarik koper, pria
tersebut melewati lobi hotel JW Marriot menuju koridor ke arah restoran
Syailendra. Beberapa detik kemudian tepatnya pukul 07.47 (hanya dua menit
setelah dia keluar dari lif-red) bom meledak. Enam orang tewas dalam ledakan
ini, termasuk pria yang diduga pelaku.

Ritz Carlton

Sementara ilustrasi kronologi pengeboman di hotel Ritz
Carlton, sampai kini polisi masih terus mengembangkan penyelidikan, namun
berdasarkan rekaman CCTV dan keterangan beberapa saksi, didapat ilustrasi
seperti ini.

Tiga menit setelah ledakan di JW Marriot, seorang pria mengenakan setelan
hitam-hitam terekam kamera CCTV hotel Ritz-Carlton. Pria ini datang dari arah
hotel JW Marriot menuju restoran Airlangga di 
hotel Ritz Carlton. Pria inilah yang 
diduga menjadi pelaku peledakan.  Dia
berperawakan sedang,  mengenakan setelan
hitam-hitam dan membawa dua tas.

Satu tas dia kenakan di punggung, sementara yang satu lagi dijinjing. Dia
terlihat sedikit tertatih-tatih membawanya. Mungkin karena berat,  Ia sempat memindahkan bawaan dari tangan kiri
ke kanan.

Laki-laki ini berjalan lurus, dalam terowongan dari arah Marriott menuju
Ritz Carlton, lalu masuk ke Restoran Airlangga di selah kiri. Menurut
informasi, sebelum masuk restoran, dia sempat ditegur seorang karyawan hotel
yang bertugas sebagai penerima tamu.

Si karyawan menyapa laki-laki itu, “Selamat pagi Pak. Maaf, dari kamar nomor
berapa?” Sang tamu menjawab, “Kamar 2701.” Maksudnya lantai 27 kamar nomor 01.  Si karyawan heran karena Hotel Ritz-Carlton
hanya sampai pada lantai 26. Tapi saat disanggah, sang tamu berkata, “Oh iya,
saya sudah janjian dengan teman. Dia menunggu di restoran.” Setelah itu, dia
berjalan bergegas menuju Restoran Airlangga. Beberapa detik kemudian terjadi
ledakan dahsyat. Ledakan terjadi pukul 07.57, 10 menit setelah ledakan di JW
Marriot. Dilaporkan tiga orang tewas dalam ledakan ini, yakni suami istri warga
Negara Belanda dan si pria yang diduga pelaku.

Misteri Dua Potongan Kepala

Dua hari setelah peledakan, polisi merilis jumlah korban tewas sembilan
orang dan korban luka 53 orang. Dari sembilan orang yang tewas, dipastikan lima diantaranya warga negara asing termasuk Presiden
Direktur PT. Holcim Indonesia
berkebangsaan Selandia baru, Timothy Mackay. Empat lainnya adalah WNI dan dua
diantaranya diduga pelaku peledakan.

Hingga sepekan setelahnya, polisi berhasil mengidentifikasi tujuh jenazah
kecuali dua potongan kepala yang terpisah dari tubuhnya yang diperkiran telah
hancur. Dua potongan kepala ini relatif masih utuh. Jumat sore (17/07) Kepala
Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri kepada pers sempat mengatakan
bahwa salah satu pelaku berinisial “N”. Menurut dia, itu berdasarkan temuan
bahwa masih ada satu bom aktif di kamar 1808 hotel JW Marriot. Kamar itu
ditempati atas nama “N”.

Lalu berdasrkan informasi dan sumber Kabari, “N” adalah inisial dari Nurdin
Azis, seperti nama pada kartu identitas yang dititipkan pria tersebut di
resepsionis hotel. Polisi juga sempat mengerebek alamat yang tertera di KTP,
tapi alamat itu fiktif. Dapat dipastikan, KTP yang digunakan pelaku untuk
menginap di JW Marriot itu fiktif alias palsu. 

Sementara di luar berkembang spekulasi bahwa Nurdin Azis adalah Nur Hasbi
alias Nur Sahid. Seperti dihembuskan oleh Ketua Gerakan Umat Islam Indonesia
(GUII) Abdurahman Assegaf. Assegaf meyakini Nurdin Azis itu adalah Nur Hasbi
alias Nur Sahid adalah pelaku pengeboman. Dia kaki tangan buronan teroris kakap
Nordin M Top. Assegaf juga menyatakan Nur Hasbi alias Nur Sahid adalah anggota
jaringan Jamaah Islamiyah lulusan pondok pesantren Ngruki, Sukoharjo, pimpinan
KH. Abu Bakar Baasyir.

Spekulasi ini terus bergulir bagai bola panas, wartawan berbondong-bondong
mendatangi kediaman keluarga Nur Hasbi di Cilacap. Tapi orangtua Nur Hasbi
tetap yakin bahwa anak mereka tidak terlibat, meski sampai kini mereka tidak
tahu keberadaan anak mereka itu.

Tak kalah menariknya, berkembang pula spekulasi siapa pelaku peledakan di
Ritz Carlton.
Polisi menduga pelakunya bernama Ibrahim, seorang karyawan outsuorcing yang bertugas sebagai penata bunga di hotel Ritz
Carlton. Ibrahim dilaporkan menghilang setelah kejadian peledakan itu. Padahal
hari itu dia masuk shift pagi. Polisi juga telah mendatangi kontrakan Ibrahim
di daerah Kuningan serta satu rumah yang sempat didiami Ibrahim di daerah
Cililitan, Jakarta Timur.

Ada satu
temuan menarik di bekas rumah Ibarahim di Cililitan, yakni terdapat tulisan
Arab di dinding kamar yang mengandung arti “jihad”. Lalu ditemukan juga
sepotong kaus bergambar hotel Ritz Carlton yang dicoret-coret dengan pensil
atau pulpen.

Untuk memastikan apakah dua potonagn kepala itu adalah milik Ibrahim dan Nur
Hasbi, Polisi tak mau ambil banyak resiko, mereka mengambil sampel darah
keluarga Ibrahim Nur Hasbi untuk dicocokan dengan DNA dua potongan kepala yang
masih tersimpan di RS. Polri Kramat Jati.

Hasilnya, negatif. Dua potongan kepala tersebut dipastikan bukan Nur Hasbi
dan Ibrahim.  Penyelidikan kembali
menemui jalan buntu. Milik siapakah dua potongan kepala itu? 

Sementara dilain pihak, keberadaaan Nur Hasbi dan Ibrahim juga masih misterius.
Mereka seolah raib ditelan bumi.

Pengejaran
Nordin M Top

Kepala Desk Antiteror Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan
Irjen Pol Ansyaad Mbai, menyatakan di Jakarta,
Minggu (19/07), “Berdasarkan penyelidikan, temuan dilapangan,  serta
modus operandinya, dalangnya adalah Nordin M Top. Tapi ini masih terus
dianalisa dan diselidiki lebih dalam.” ujarnya.

Noordin M Top merupakan tersangka pelaku serangkaian bom dan kini menjadi
buronan nomor wahid pemerintah Indonesia.
  Berbeda dengan rekannya, Dr. Azhari,  yang lebih dulu berhasil
ditewaskan oleh Polri di kota  Malang beberapa tahun
lalu, Noordin M Top termasuk buronan licin. Keberadaanya sempat beberapa kali
dideteksi polisi tapi selalu berhasil lolos.

Menurut sumber di kepolisian, selama dalam persembunyian Nordin terus
membuat  jaringan baru yang lebih pragmatis dan ramping. Jaringan inilah
yang kemudian diduga kuat menjadi pelaku pengeboman Mega Kuningan.

Dari sumber di kepolisian didapat keterangan, pelaku di kenal sebagai
‘Kelompok Cilacap’. Diperkirakan mereka berjumlah delapan orang dimana dua
diantaranya sudah tewas  dalam peristiwa ini.

Sejak itu polisi langsung mengerahkan kekuatan penuh untuk mengejar Nordin.
Selain menutup sekat-sekat keluar negeri, sampai detik ini polisi masih rajin
menggelar razia kendaraan terutama di perbatasan antar provinsi.  Polisi juga bekerjasama dengan Kepolisian
Diraja Malaysia
dan Interpol untuk mempersempit ruang gerak Nordin M Top.

Polisi lalu mengembangkan penyelidikan ke belakang, tepatnya beberapa hari
sebelum bom JW Marriot dan Ritz Carlton meledak. Pada Selasa (14/07) tim
Detasemen Khusus Anti Teror 88  menemukan
sejumlah kantong plastik berisi bahan-bahan peledak di sebuah rumah di Desa
Pasuruhan RT 18 RW 6, Kecamatan Binangun, Cilacap, Jawa Tengah. Rumah tersebut
milik Bahrudin Latief yang keberadaannya tidak diketahui sejak Juni 2009.

Didapat keterangan Bahrudin Latief memiliki 
menantu bernama Ade Abdul Hakim yang diduga mengetahui keberadaan Nordin
M Top. Bahkan warga desa Pasuruhan menduga Ade Abdul Hakim tak lain adalah
Nordin M Top. Ade Abdul Hakim yang mengaku dari Sulawesi
itu menikah dengan Arina, anak Bahrudin tahun 
dan sudah dikarunai dua anak balita.

Pada Rabu (22/7) pagi, polisi mendatangi rumah lagi dan hanya mendapati
Arina, Dwi Astuti (ibu Arina) serta dua anak Arina yang masih balita. Polisi
tak menemukan Bahrudin Latief  dan Ade
Abdul Hakim. Akhirnya Arina, Dwi Astuti dan dua anak Arina dibawa ke Jakarta untuk dimintai
keterangan.

Kepada polisi Arina mengaku putus kontak dengan ayah dan suaminya sejak
tanggal  22 Juni 2009. Arian juga mengaku
tak tahu apakah suaminya yang bernama Ade Abdul Hakim itu Nordin M Top atau
bukan.

Namun pengejaran Nordin M Top oleh polisi dinilai beberapa kalangan terlalu
‘bernafsu’ sehingga kerap salah tangkap. Sejak Nordin dinyatakan buron tahun
2003, polisi memang kerap melakukan salah tangkap. Bahkan sejak peritiwa bom
Mega Kuningan kali ini saja, tercatat polisi melakukan salah tangkap kepada lima orang yang dsanka
anggota teroris. Pertama tiga orang pengusaha asal Kediri, kueda seorang pria
bernama Cecemin asal Sumatera Utara yang berpaspor Malaysia dan terkahir pada
Minggu 26 Juli 2009,  polisi Probolinggo
menahan seorang sopir truk Setyo Raharjo di Probolinggo karena diduga pria itu
adalah Bahrudin Latief.

Hingga detik ini, polisi belum bisa mengungkap siapa dalang pengemboman bom
marriot dan Ritz Carlton. Kasus inipun masih misterius.

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?33546

Untuk melihat Berita Indonesia / Utama lainnya, Klik disini

Klik disini untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :