KabariNews – Mantan Wartawan ini punya hobby yang unik yaitu mengumpulkan alat permainan tradisional. Bermula di tahun 2005, saat Endi Aras terlibat dalam acara Festival Gasing Indonesia, ia mulai punya niat untuk “mengurusi” gasing yang ternyata jumlahnya ratusan dari seluruh pelosok tanah air. Perburuannya untuk mencari dan mendapatkan alat permainan tradisional memang tidak mudah, karena meski di daerah pelosok tidak banyak orang yang tahu akan keberadaan alat permainan itu.

Karena ketekunannya itulah, akhirnya alat permainan tradisional itu bisa dikumpulkan. Tak hanya gasing atau panggal yang dia koleksi, ada congklak, egrang, bakiak, kelereng, bekel, ketapel, pletokan, kapal otok-otok, dan masih banyak lagi. Alat alat itu, sekarang dipajangnya dengan rapi di Galeri Dolanan, lengkap dengan keterangan dan sejarah masing-masing permainan. Bagaimana serpak terjang Endi aras mengumpulkan mainan tradisional ini?. Berikut petikan wawancara dengan Endi Aras, penggagas dan pendiri Gudang Dolanan Indonesia seperti dilansir dari siaran pers yang diterima kabarinews awal Februari lalu.

Kabari: Sejak kapan Gudang Dolanan Indonesia ini didirikan ?

Gudang dolanan didiriman sejak tahun 2007. Ketika itu saya mulai mengumpulkan alat permainan, waktu itu kebanyakan Gasing yang saya kumpulkan. Kemudian kami membuat pameran Gasing Nusantara di Mal sekitar Menteng. Kami dapat masukan yang luar biasa dari pengunjung. Kami diapresiasi bagus. Dari situlah kami berpikir lagi, memang perlu tempat untuk mewadahi alat-alat permainan tradisional yang memang sudah langka ini.

Kabari : Ide mengumpulkan alat permainan itu bagaimana ceritanya?

Waktu  tahun 2005 ada Festival Gasing Indonesia di Kebun Binatang Ragunan, yang diselenggarakan oleh /Direktorat Tradisi, Menbudpar. Kebetulan saya diminta membantu sebagai pelaksana. Itu seru banget. Sebelum waktu pelaksanaan festival, semua peserta diminta untuk mengirimkan gasingnya, dari masing-masing daerah untuk dipamerkan. Tidak disangka, setelah dikumpulkan, saya baru tahu, ada banyak  yang terkumpul. Tidak hanya puluhan, tetapi ratusan. Dengan bentuk, bahan dan nama yang berbeda-beda. Ini sesuatu banget dan dari sinilah saya mulai berpikir. Ini harus diselamatkan, harus dilindungi dan dijaga. Kalau tidak ada yang menjaganya, merawatnya, bisa jadi akan segera amblas.

Kabari: Dan akhirnya Anda mengumpulkannya  dan berapa harga dari mainan-mainan tersebut

ya. Saya kumpulkan. Begitu habis festival, saya mulai berupaya mendapatkannya. Ada yang beli , ada yang diberi ada juga yang tukar-tukaran. Harganya  bervariasi ada berkisar antara 10 ribu sampai ada yang 400 ribu. Tapi bingung juga saya. Kalau tidak saya beli waktu itu, bisa jadi saya tidak akan jumpai lagi. Ya sudah hanya beberapa gasing yang bisa saya beli.

Kabari: Selanjutnya? Untuk jumlah gansingnnya sekarang ada berapa buah?

Untung kami diajak terus setiap ada kegiatan Direktorat Tradisi. Ke berbagai daerah, seperti Tanjungpinang, Bangka Belitung, Lombok, Bali, Lampung, Cirebon dan hampir kepelosok Indonesia.. Dari situlah perburuan sebenarnya saya lakukan. Saya cari ke kampung-kampung, tanya sana, tanya sini. Masih susah juga, karena tidak setiap orang yang saya tanya tidak semua tahu. Tapi saya  pantang menyerah. Kalau tidak, pas saya ada tugas atau ada event ke luar kota, selalu yang saya cari gasing duluan.  Koleksi gansing sekarang jumlahnya sudah banyak,  tapi belum semua gasing Indonesia ada ditangan saya. Sekarang ini ada sekitar 700-an. Tiap wilayah propinsi yang ada di Indonesia, kami sudah ada. Saya pikir sudah lengkap. Ternyata belum,  masih jauh  karena tiap kota atau kabupaten itu masing-masing memiliki gasing juga. Bentuknya juga beda-beda. Ini yang bikin saya pusing,  pusing mensiapkan dananya, kalau harus keliling ke kota-kota / kabupaten seluruh Indonesia.

Kabari:  Selain gasing, Anda juga mengoleksi berbagai mainan tradisional lainnya?

Banyak. Bahkan semakin banyak. Kami terus berburu disetiap kesempatan dan disetiap waktu. Ada congklak, bakiak, egrang bambu, egrang batok, pletokan bambu, dam-daman, yoyo, patok lele, dll. Itu yang menggunakan alat. Jadi dalam permainan tradisional itu ada dua hal yang perlu dimengerti. Pertama, permainan yang menggunakan alat. Itu seperti yang saya sebutkan diatas. Kedua, permainan yang tidak menggunakan alat, seperti Gobak Sodor, Jamuran, ularnaga dan sebagainya.

Nah, ratusan bahkan mungkin ribuan permainan tradisional yang tersebar diseluruh Indonesia ini memiliki sebutan yang berbeda-beda. Coba tanya ke saudara-saudara kita yang ada di daerah lain dipenjuru tanah air. Mereka menyebut Gasing saja pasti beda-beda. Seperti Gangsing atau Panggal (Jakarta dan Jawa Barat), Pukang (Lampung), Gasing (Jambi, Bengkulu, Tanjungpinang, dan wilayah kepulauan Riau, Sumatra Barat), Begasing (Kalimantan Timur), Megangsing (Bali), Maggasing (Nusatenggara Barat),  Apiong (Maluku).

Masyarakat Bolaang Mongondow di daerah Sulawesi Utara misalnya, mereka mengenal gasing dengan sebutan Paki. Masyarakat Bugis di daerah Sulawesi Selatan menyebutnya dengan Maggasing atau Agasing (Makasar).Masyarakat Yogyakarta menyebutnya dengan istilah Gangsingan, di Jawa Tengah ada yang menyebutnya dengan Pathon, dan lain lain. Luar biasa kekayaan alam dan budayanya.

Kabari:  Lantas apa kelebihan dari permainan tradisional?

Banyak, dari karakteristiknya, misalnya. Permainan tradisional memiliki karakteristik tersendiri yang dapat membedakannya dengan jenis permainan lain. Pertama, permainan tradisional cenderung menggunakan atau memanfaatkan alat atau fasilitas di lingkungan kita tanpa harus membelinya.

Salah satu syaratnya ialah daya imajinasi dan kreativitas yang tinggi. Pasalnya, si pemain harus bisa menafsirkan, mengkhayalkan, dan memanfaatkan beberapa benda yang akan digunakan dalam bermain sesuai dengan yang diinginkan. Tanpa daya imajinasi dan kreativitas yang tinggi, tuas daun dari pohon pisang, misalnya, tidak mungkin bisa disulap menjadi bentuk permainan bedil-bedilan (pistol-pistolan) atau kuda-kudaan oleh seorang anak. Kekayaan alam Indonesia, seperti, gunung, hutan, laut dan seisinya, telah menyediakan alat permainan. Pepohonan, mulai dari daun sampai ke batangnya, bahkan sampai ke buahnya, semua bisa dijadikan alat permainan.

Karakteristikkedua, permainan tradisional dominan melibatkan pemain yang relatif banyak atau berorientasi komunal. Dimainkan lebih dari dua orang. Tidak mengherankan, kalau kita lihat, hampir setiap permainan rakyat begitu banyak anggotanya. Sebab, selain mendahulukan faktor kegembiraan bersama, permainan ini juga mempunyai maksud lebih pada pendalaman kemampuan interaksi antarpemain.

Masih banyak kelebihan permainan tradisional. Misal, pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa anak. Dari sisi kesehatan. Dari sisi sosialnya. Pembentukan karakter anak, dan lain sebagainya. Tapi yang juga tak kalah penting adalah, dalam permainan tradisional terkandung nilai-nilai luhur seperti : kejujuran, spotivitas, kebersamaan, dan taat pada aturan.Itulah sebabnya, kenapa saya khawatir sekali terhadap keberadaan permainan tradisional saat ini. /Gempuran permainan modern begitu hebat, begitu bombastis. Play Station, Game Online, dan permainan di Gadget. Itu yang disenangi anak-anak sekarang. Gimana permainan tradisional tidak terkikis dan hilang.

Kabari: Apa yang Anda khawatirkan dari semua itu ?

Begini kalau benar akhirnya permainan tradisional itu tergusur oleh permainan modern, dan bahkan akhirnya hilang,  yang hilang itu bukan hanya alat permainannya, bukan hanya permainannya, tapi nilai-nilai yang terkandung dalam permainan itu juga akan hilang. Nilai kejujuran, sportivitas, kebersamaan/gotong royong dan taat pada aturan. Ini yang akan ikut hilang. Inilah  yang saya khawatirkan.

Kabari: Bagaimana Anda mengatasinya ? Mencari solusi terbaiknya ?

Saya tidak bisa sendiri. Saya bukan malaikat. Saya butuh teman. Butuh anak-anak, remaja, pemuda, dan bahkan saya butuh orangtua-orangtua. Kita harus bersama-sama. Kita juga butuh pemerintah, butuh menggandeng pihak swasta juga.  Untuk mengimbangi teknologi, mengimbangi modernisasi. Harus memiliki kesadaran bahwa kita sudah dikuasai teknologi. Anak-anak sudah dikuasai permaianan modern.  Anda bisa bayangkan, mungkin sepuluh atau lima belas tahun lagi, atau entah berapa tahun lagi, anak kita bakal tidak bisa menulis. Karena semua sudah memakai komputer, orang tinggal mengetik, bukan menulis. Di handpone, orang harus memencet keypad. Bahkan bisa jadi, kita nanti tidak perlu tanda tangan, karena tanda tangan bisa diganti dengan barcode.

Kabari: Kongritnya ?

Jangan tinggalkan tradisi kita. Jangan tinggalkan budaya kita. Boleh kita menerima teknologi, boleh kita menerima modernisasi. Tapi jangan didewakan. Kita harus imbangi dengan tradisi dan budaya yang kita miliki. Makanya kita butuh semua orang untuk bersama-sama membangun solidaritas, untuk membangkitkan kembali nilai-nilai tradisi kita. (1009)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/74970

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

intero

 

 

 

 

kabari store pic 1