KabariNews – Menteri Keuangan Republik  Indonesia, Muhammad Chatib  Basri, menjadi panelis dalam  seminar yang bertemakan:  “Challenges of Job-Rich and  Inclusive Growth: Growth and  Reform Challenges” yang  diadakan di Jack Morton  Auditorium, The George  Washington University pada  tanggal 8 Oktober 2014.

Dalam rilis KBRI di Washington, seminar ini merupakan bagian dari  rangkaian kegiatan Pertemuan  Tahunan IMF (International  Monetary Fund) dan World Bank tahun 2014. Selain Menkeu RI, seminar yang dimoderatori oleh Sebastian Mallaby (Senior Fellow,  Council on Foreign Relations) ini juga menghadirkan narasumber Joe Hockey (Treasurer,  Australia), Nhlanhla Nene (Finance Minister of South Africa), Ngozi Okonjo-Iweala  (Finance Minister of Nigeria), Sandra Polaski (Deputy Director General ILO), dan Min  Zhu, (Deputy Managing Director, IMF).

Seminar membahas tentang pengalaman, tantangan dan strategi negara untuk mencapai  pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. khususnya dalam konteks emerging  economies yang mengalami reformasi struktural.  Menteri Chatib Basri berpendapat bahwa kunci utama pertumbuhan adalah peningkatan  kualitas belanja negara. Berbagi pengalaman Indonesia, Menteri menceritakan salah  satu contoh bagaimana Indonesia tidak dapat bersaing dengan Bangladesh dalam  produksi tekstil adalah karena besaran upah di Bangladesh sepertiga lebih murah dibandingkan dengan Indonesia.

Oleh karena itu, Indonesia melakukan pergeseran dari  produksi tekstil dan memfokuskannya pada industri desain dan fashion agar dapat  mengambil niche market yang lebih menguntungan ekonomi nasional. Di Afrika Selatan saat ini terdapat tiga tantangan, yaitu pengangguran, ketidaksetaraan  dan kemiskinan, demikian kata Menteri Keuangan Afrika Selatan Nhlanhla Nene.  Disebutkannya bahwa terdapat tensi antara mereka yang berada di dalam maupun di  luar pasar tenaga kerja, hal mana perlu segera mendapatkan solusi. “Investasi  infrastruktur adalah solusi yang paling mudah yang bisa dilakukan untuk mengurangi  pengangguran dan mencapai pertumbuhan ekonomi,” demikian kata Menteri Nene

Berbicara mengenai pertumbuhan ekonomi, Min Zhu yang mewakili IMF setuju bahwa  investasi infrastruktur merupakan kunci utama pertumbuhan dan hal ini, menurutnya, harus dapat dilakukan secara efisien. Sementara itu, Sandra Polanski dari ILO  mengatakan bahwa memang ada tekanan untuk pelaksanaan reformasi yang bersifat  struktural bagi pasar kerja dan apakah ia bersifat radikal maupun protektif, semuanya  tergantung pada sistem dan tingkat kemajuan suatu negara. Menteri Chatib juga menekankan pentingnya dukungan politik dan dukungan publik  terhadap efisiensi kebijakan reformasi struktural. Indonesia misalnya memiliki cerita sukses dalam meningkatkan fleksibiltas ruang fiskal melalui pengalihan sebagian subsidi BBM ke dalam anggaran belanja infrastruktur dan subsidi bantuan langsung tunai.

Di sisi lain, Menteri Keuangan Australia Joe Hockey memandang bahwa tidak terdapat titik akhir untuk reformasi dan hal ini berlaku baik untuk negara berkembang maupun  negara maju. Menurutnya, saat ini masih sangat kurang diskusi terkait reformasi dan  hasil-hasil (deliverables) yang ingin dicapai. Menkeu Nigeria Ngozi Okonjo-Iweala juga  berpendapat senada. Menurutnya, hal utama yang perlu dilihat dari reformasi adalah  prosesnya yang harus segera diikuti dengan identifikasi tujuan akhir.  Terkait situasi di Indonesia saat ini, Menteri Keuangan RI menggarisbawahi bahwa terdapat pergeseran dalam paradigma pembangunan yang kini lebih menuju peningkatan  human capital.

Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, antara lain melalui peningkatan pendidikan maupun pelatihan praktis.  Pemerintah dapat berperan dalam pemberian bantuan beasiswa sedangkan pihak  swasta, khususnya perusahan multinasional diharapkan dapat membagi pengalaman  dan pelatihan praktis yang relevan. Indonesia saat ini berada di tataran middle income trap. Karena itu, investasi sumber daya manusia menjadi sesuatu yang utama.

Daya saing Indonesia di masa mendatang adalah intangible asset (sumber daya manusia – red), namun tentunya hal ini bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Para panelis setuju bahwa setiap negara mempunyai karakteristik dan pendekatan yang  berbeda dalam mengimplementasikan reformasi struktural. Disetujui bahwa penetapan  suatu grand strategy/blueprint adalah penting dalam mengidentifikasi kebijakan dan prioritas pembangunan ekonomi suatu negara. (1009)