Menurut catatan, keberadaan Jalan Jaksa sebagai tempat menginapnya
para pelancong backpacker telah dimulai sejak akhir tahun 60-an. Konon, sejarah
penamannya berasal  dari banyaknya murid sekolah
Rechts Hogeschool, semacam Sekolah Hukum di masa Hindia-Belanda, yang tinggal
di kawasan ini. Karena lulusan sekolah tersebut menjadi Jaksa, perlahan jadilah
jalan itu dinamai Jalan Jaksa.

Sejak era 60-an, di Jalan Jaksa  mulai muncul penginapan-penginapan murah. Penginapan
“Wisma Delima” merupakan satu dari sekian penginapan yang berdiri paling awal
di tahun 1967.  Kabarnya, para pelancong
suka menginap disana karena tempat itu memiliki karakter perkampungan ditengah perkotaan
yang serba gemerlap.

Sejak dulu Jalan Jaksa memang punya identitas orisinal,  yakni lokasinya berbaur dengan perkampungan
penduduk. Suasana inilah yang dicari para turis. Ditambah lagi, letak jalan
yang panjangnya tak lebih dari 500 meter ini  cukup strategis. Berada di tengah kota dan dekat dengan tempat
wisata, misalnya Monas atau museum Gajah.

Bukan Melulu Turis Backpacker

Meski identik dengan kawasan turis kelas “sandal jepit”, sebetulnya
tak semua turis yang menginap disini berangkat dari golongan pas-pasan. William
Sahcs (46), bule asal Belgia mengaku sudah dua malam menginap di Wisma Tator di
Jalan Jaksa. Dari jabatannya yang Purchasing Manager sebuah perusahan furniture
Belgia, bule satu ini pasti bukan dari golongan bule kere.

“Karena berhubungan dengan pekerjaan dan harus bertemu
klien, beberapa hari lalu saya nginap di hotel Marriot bersama teman saya. Sekarang
pekerjaan saya sudah selesai, dan saya masih punya sampai akhir pekan sebelum
kembali ke Belgia. Dan saya pindah nginap di sini.” katanya kepada Kabari di
sela-sela acara festival Jalan Jaksa, awal pekan ini.

Bersama temannya, William setiap malam berkongkow ria dia
berbagai kafe yang banyak berjejer di sepanjang jalan Jaksa. “Kalau malam
suasana di sini enak, ngobrol-ngobrol sambil minum bersama teman dari berbagai
negara.” katanya seraya menambahkan bahwa dia berencana belanja barang  antik di Jalan Surabaya.

Keberadaan orang seperti William, jelas menandakan bahwa
sesungguhnya tidak melulu turis kelas backpacker
yang ingin mencicipi nuansa Jalan Jaksa. Sangat diyakini tak sedikit turis-turis
tajir yang menginap disini. Seperti kata William,  mereka bukannya pelit, tetapi memang ingin
mencari suasana lain di Jalan Jaksa ini. “Kalau di hotel, pemandangannya begitu-begitu
saja. Disini enak, keluar wisma ada tukang nasi goreng yang dengan senang hati
mengantarkan pesanan ke kamar.” ujarnya dengan bahasa Indonesia terbata-bata.

Di kalangan para turis, kalau mau irit dan mencari
penginapan yang agak murah, Jalan Jaksa memang menjadi rekomendasi pertama. William
mengaku dikasih tahu oleh temannya di Belgia sebelum dia terbang  ke sini. Menginap di daerah ini memang
tergolong murah,  Pilihan menginap
seperti di Kresna Homestay,  Wisma Delima,
 Bloem Steen Homestay,  Hotel Tator, Hotel Margot dan lain lain.
Harganya berkisar antara Rp 50.000 hingga Rp 120.000 per malam dengan fasilitas
cukup memadai meski tidak sekelas hotel.

 Jalan Internasional

Jalan jaksa juga dikenal sebagai jalan ‘internasional’nya Jakarta. Karena di sinilah
bermacam turis dari bemacam negara bercampur baur. Turis Asia seperti dari Jepang,
atau Korea,
Eropa, Amerika, Hispanik, sampai turis negro yang kulitnya item ada disini. Kalau
siang memang kelihatan sepi, hanya sesekali terlihat turis mondar-mandir.

Suasana mulai berwarna saat hari menjelang senja.
Turis-turis banyak yang keluar dan tampak hilir mudik di jalan tersebut. Ada yang ingin berpergian
ke suatu tempat atau ada pula yang baru pulang dari sebuah kegiatan.

Oleh karena disebut jalan internasional, maka bahasa yang
umum digunakan di Jalan Jaksa ini adalah bahasa Inggris. Tentu saja selain bahasa
Indonesia.
Bahkan kebanyakan pedagang di Jalan Jaksa seperti tukang nasi goring, pedagang
kaki lima, sampai
warung rokok, minimal sedikit mengerti bahasa Inggris.

“Yang penting ngerti soal bilangan dalam rupiah mas, one thousand
rupiah,  two thousand rupiah atau one
hundred thousand rupiah.” kata salah seorang pedagang di sebuah kios rokok.
Bilangan-bilangan ini memang mesti dipahami betul oleh pedagang untuk melancarkan
transaksi.  Kalau tidak, bisa-bisa pake
bahasa Tarzan, yang satu ngomong apa yang satu ngomong kemana. “Repot mas kalau
udah begitu, malah gak jadi beli dia..” tambah si pedagang.

Namanya juga jalan ‘internasional’, di sini juga banyak
terdapat tempat penukaran uang. Tentu saja bukan cuma melayani penukaran dollar
Amerika tapi juga euro dan yen Jepang. Pokoknya komplit.

Selain itu, susana malam di Jalan Jaksa cukup semarak, banyak
terdapat lampu warna-warni di kanan kiri jalan dari kafe, bar atau restoran yang
banyak terdapat disana.

Kebanyakan dibuka dengan standar barat yang tentu saja
menyediakan juga minuman beralkohol.  Banyak
juga yang meyediakan karaoke atau hiburan live music.

Soal makanan bervariasi, ada yang menjual dengan citarasa barat
tak sedikit pula yang menjual makanan khas Indonesia seperti sate atau nasi goreng.

Di ujung Jalan Jaksa ada kafe yang sangat populer bernama Absolut Bar. Di sini
suasana jauh lebih santai, dengan pengunjung yang lebih bermacam-macam dan
koleksi berbagai minuman keras di bar-nya. Bar ini sebenarnya terdiri dari dua
lantai dan di lantai atas Anda bisa bermain billiard, dengan fasilitas semacam
ini tidak heran jika tempat ini sangat ramai dikunjungi

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?33382

Untuk melihat Berita Indonesia / Jakarta lainnya, Klik disini

Klik disini untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

Photobucket