Jakarta, KabariNews.com – Gempa bumi berkekuatan 7,3 skala Richter yang terjadi pada hari Rabu (2/9) di 142 kilometer Kota Tasikmalaya masih meninggalkan trauma mendalam di sebagian masyarakat.

Getaran gempa yang dirasakan hingga Jakarta, Bandung bahkan Bali tersebut membuat ribuan rumah warga di Jawa Barat dan sekitarnya rusak berat.

Selain itu, gempa tersebut juga menewaskan 50 orang lebih serta membuat puluhan orang lainnya hilang tertimbun longsor di Cianjur, Jawa Barat.

Belum hilangnya rasa trauma akibat gempa tersebut, kini beredar isu yang menyebutkan akan terjadi gempa lebih kuat dalam waktu dekat ini.

Isu akan adanya gempa yang lebih kuat tersebut tak hayal membuat sebagai warga kembali resah.

Isu akan adanya gempa yang lebih kuat ini beredar melalui pesan singkat (sms), email dan internet.

Isu tersebut menyebutkan, bahwa gempa berkekuatan 8,5 skala Richter akan terjadi di daratan Sukabumi.

Berikut ini isi pesan singkat yang menyebutkan akan adanya gempa yang lebih kuat yang beredar di masyarakat:

“Akan ada gempa yang lebih dahsyat dari kemarin! diperkirakan berkekuatan 8,5 SR, berpusat di daratan sukabumi, waspada untuk kalian semua! informasi buat kalian, sebarkan info ini ke teman kalian”.

Bahkan isi pesan tersebut juga mencatut nama instansi resmi yang memang mengurus dan menginformasikan permasalahan cuaca, yaitu Badan Meteorologi, Kilimatologi dan Geofisika (BMKG).

Berikut ini lanjutan isi pesan tersebut:

“Menurut Badan meteorologi dan geofisika ( BMG ), lempeng bumi yg berada di Sumatera menampung energi getaran hingga 8.6 SR, kapan saja gempa susulan akan terjadi dengan kekuatan yang lebih bsar. Berhati-hatilah karena dikhawatirkan gempa datang saat kita tidur, sebarkan pada temanmu agar mereka tau, thnx. Diprediksi jam setengah dua malam ini. Waspada!!.” Demikian isi pesan yang banyak beredar saat ini.

Mengetahui beredarnya pesan yang banyak meresahkan masyarakat tersebut, Badan Meteorologi, Kilimatologi dan Geofisika (BMKG), dalam situs resminya mengeluarkan penjelasan mengenai prediksi gempa yang terjadi selama ini.

Berikut isi penjelasan yang dikeluarkan BMKG dalam situs resminya:

“Berita ilmiah versus berita public, tentang prediksi gempa”

“Beberapa hari setelah gempa besar maka wartawan sangat haus dengan berita tentang dampak terhadap gempa tersebut dan apa yang akan dilakukan beberapa hari kedepan. Hal ini sangat realistis berhubung kekawatiran akan dampak berikutnya sangat tinggi, sehingga berita yang realistis sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan masarakat yang sedang trauma. Sangat tidak realistis apabila berita yang beredar adalah kemungkinan kejadian beberapa tahun yang akan datang, bahkan ratusan tahun yang akan datang. Berita yang tidak realistis dalam skala waktu sangat berbahaya bagi masarakat yang sedang ketakutan, karena tidak membantu keselamatan bahkan menambah kesengsaraan dan merepotkan aparat dalam penanganan paska bencana.
Kalau ungkapan tersebut di atas dapat dimaklumi, maka keselamatan masarakat yang sedang ketakutan untuk menghadapi dampak beberapa hari yang akan datang menjadi prioritas utama berita, sehingga berita tentang prediksi gempa besar yang akan terjadi beberapa tahun atau ratusan tahun yang akan datang merupakan berita yang sangat tidak sesuai diungkapkan. Persoalannya adalah bagaimana menyikapi wartawan pencari berita sensasional yang menggunakan momen momen besar paska bencana.

Tugas team BMKG ke lokasi bencana
1. Memantau gempa susulan memakai seismograph portable dekat dengan sumber gempa sehingga gempa kecil dapat terpantau dengan baik.
2. Hasil pantauan dapat dilihat langsung oleh masarakat bagaimana perkembangannya setiap hari.
3. Menjelaskan pada masarakat di lokasi pemantauan tentang hasil pantauan yang pada dasarnya adalah penurunan intensitas gempa, baik jumlah maupun skalanya.

Prediksi gempa bumi

Prediksi gempa bumi masih dalam taraf penelitian. Parameter prediksi adalah lokasi, besarnya dan waktunya. Perkiraan lokasi dan besarnya gempa dapat saja dilakukan, namun tantangan yang paling sulit adalah menjawab kapan gempa tersebut terjadi.
Berdasarkan sejarah gempa maka bisa dihitung probabilitasnya; makin kecil gempa maka makin besar probabilitasnya terjadi dilokasi yang memang potensi (seperti di daerah pertemuan lempeng tektonik). Sebaliknya makin besar gempanya maka makin kecil probabilitasnya.
Berdasarkan monitoring tanda-tanda pendahuluan (precursor) gempa bumi besar, maka secara fisika bisa kita ungkapkan bahwa apabila materi mengalami stress maka beberapa sifat materi tersebut mengalami perubahan yang dapat di monitor, seperti kepadatan, kandungan air, kandungan electron, sifat kemanignitan, sifat radio aktif dsb. Di daerah pertemuan lempeng tektonik terjadi akumulasi stress akibat tekanan pergerakan lempeng tektonik. Maka bisa dilakukan monitoring perubahan gravitas, electron, kemagnitan, tinggi air tanah, radon (radio aktif), seismic dsb. Sampai saat ini yang dapat dibuktikan adalah setelah gempa besar maka hasil monitoring sebelum terjadi gempa dikaji lagi. Hasilnya memang ada beberapa tanda menunjukkan gejala anomaly tertentu. Namun belum dapat disimpulkan bahwa tanda tersebut menandakan gempa akan terjadi, karena tanda tersebut sering juga muncul tanda tanpa disertai adanya gempa besar. Hal ini membuktikan bahwa prediksi gempa belum konsisten secara ilmiah dan belum dapat dikatakan sebagai teknologi yang dapat dipakai.
Cina mengoperasikan system prediksi gempa dengan memakai bermacam sensor seperti GPS (Global, Posisioning System), Gravity, magnit, radon, termasuk gejala tingkah laku binatang. Hasilnya memang beberapa kali sukses, namun lebih sering gagal memprediksi gempa besar.”

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?33709

Untuk melihat Berita Indonesia / Jakarta lainnya, Klik disini

Klik disini untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :