Menjadi Dokter Cahaya *

Oleh: dr. Dito Anurogo

Dokter cahaya” adalah dokter yang perkataannya menyejukkan, pemikirannya mencerahkan, tulisannya menggerakkan, Cintakasihnya mendamaikan, senyumnya penuh kemesraan, hatinya penuh ketulusan, dan perilakunya penuh ketenangan. Dialah satu dari berjuta bintang yang menerangi semesta raya.

Sumber gambar: http://media.photobucket.com

 

Profesi kedokteran selalu saja menjadi sorotan publik. Akibat berbagai berita tentang kasus malpraktek, kalangan “berjas putih” ini sempat dipertanyakan kredibilitas, kapabilitas, kompetensi, dan profesionalismenya. Berbagai kalangan terus mempertanyakan mampukah dokter Indonesia bersaing dengan dokter asing? Di sisi lain, banyak dokter-dokter berotak brilian dari Indonesia yang setelah studi di luar negeri enggan kembali untuk membangun negeri ini. Mereka berasumsi bahwa di luar negeri kehidupan mereka akan lebih terjamin. Sudah lunturkah nasionalisme mereka?

Renungan reflektif ini bertujuan untuk meningkatkan rasa nasionalisme dan profesionalisme di kalangan dokter Indonesia sebagai “dokter lokal, berkualitas Internasional”. Juga untuk merumuskan konsep nasionalisme “bercitarasa” kedokteran. Disamping juga karena panggilan hati penulis sebagai dokter perubahan, yang ingin menyumbangkan pemikirannya untuk merubah dunia ini menjadi lebih baik, dimulai dari diri sendiri dan saat ini.

Konsep ” dokter cahaya” ini bolehlah pula dikatakan sebagai ruh, pondasi, atau pilar-pilar dari kepemimpinan kedokteran (medical leadership), kedokteran wirausaha atau kewirausahaan berbasis kedokteran (medical entrepreneurship), dan kecerdasan kedokteran (medical intelligence atau medical quotient).

Dokter cahaya adalah dokter yang dirinya telah tercerahkan sepenuhnya sehingga dapat mencerahkan keluarganya, orang lain, masyarakat, dan dunia. Karakteristiknya antara lain: perkataannya menyejukkan, pemikirannya mencerahkan, tulisannya menggerakkan, Cinta-kasihnya mendamaikan, senyumnya penuh kemesraan, hatinya penuh ketulusan, dan perilakunya penuh ketenangan. Dialah satu dari berjuta bintang yang menerangi semesta raya.

Konsep “dokter cahaya” ini berlandaskan pada prinsip ABC, yakni: Prinsip A adalah Agama dan Akal. Prinsip B adalah Budaya dan Bisnis. Prinsip C adalah Cinta.

Marilah kita bahas satu per satu prinsip ABC tersebut.

Prinsip A: Agama-Akal  

Prinsip ini diperlukan mengingat keduanya penting untuk menciptakan keseimbangan sekaligus menjembatani kesenjangan antara sisi imanen dan transenden, yang mutlak dengan yang relatif, segi duniawi dan surgawi di dalam semua aspek kehidupan. Selain itu, prinsip ini dapat menciptakan dokter yang religius, jenius, sekaligus mengikuti perkembangan teknologi terkini.

Adapun berbagai cara yang dapat dilakukan dokter cahaya untuk menajamkan dan mengasah hati nurani dan pikiran, dalam rangka menerapkan prinsip ini, antara lain: mengenali diri, karena inilah kunci untuk mengenali ilahi. Merumuskan dan mencari tujuan hidup (sangkan paraning dumadi) melalui jalan pendakian menuju puncak keabadian. Mendengarkan panggilan mesra Ilahi melalui jeritan insani, misalnya: rintihan pengemis, teriakan rakyat jelata yang teraniaya. Bukankah mereka juga utusan Ilahi untuk mengetuk hati nurani? Berusaha untuk selalu menghadirkanNya di setiap nafas-langkah kehidupan. Ikhlas, tidak berharap kecuali kepada Allah. Menge-nol-kan diri, dengan cara tidak merasa lebih dari orang lain dan selalu melihat sisi kebaikan dari setiap orang. Belajar dari alam, lingkungan, manusia, semesta, berikut proses penciptaannya. Sebagai guru kehidupan, alam menyediakan berbagai hikmah dan teladan, misalnya: kita dapat belajar kerendahan hati dari padi, kita dapat belajar menjadi manusia yang bermanfaat dari kelapa, dsb. Selalu membaca, memahami literatur kedokteran dari berbagai sumber (misalnya: perpustakaan, internet) dan mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-hari. Belajar dari sejarah. Bung Karno pernah mengatakan, “Never Leave History!” yang berarti, “Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah!” Nah, hendaknyalah dokter cahaya dapat mengambil hikmah dari sejarah, kemudian menjadi bagian dari sejarah yang mencerahkan bangsa Indonesia!

Contoh prinsip ini adalah: tidak membeda-bedakan (agama, suku, bangsa, dsb) pasien saat memberikan pelayanan kesehatan, melayani pasien dengan semangat mengabdi pada Allah, mengikuti pendidikan kedokteran berkelanjutan, mengikuti seminar, kursus, workshop, dsb.

Disamping itu, ada lagi hal yang penting. Dokter cahaya perlu mewaspadai “tuhan-tuhan modern”, yakni: berbagai “tuhan ilusi” yang membuatnya lupa kepada “Tuhan Sejati”. Teknologi dan riset dalam berbagai bentuknya, seperti: internet, handphone, game, komputer, mobil, dsb hanyalah sebagian contoh dari “tuhan-tuhan modern”. Jika terlena, maka akan membuat.sang Dokter Cahaya melupakan Allah, Tuhan Sejati.

Prinsip B: Budaya – Bisnis

Prinsip ini diperlukan mengingat keduanya penting untuk menciptakan dokter yang berkecerdasan budaya, beretika, dan berkecerdasan bisnis.

Prinsip ini diperlukan mengingat budaya dan bisnis amatlah penting untuk mengharmoniskan antara teori dengan apa yang sesungguhnya terjadi di masyarakat, juga untuk menyeimbangkan antara impian, harapan, dan kenyataan. Singkatnya, untuk menyelaraskan antara fakta, data, dan realita. Dokter cahaya perlu untuk membaca dan memahami baik buku kedokteran maupun buku kehidupan.

Beragam cara yang dapat ditempuh dokter Cahaya untuk memiliki dan mengembangkan kecerdasan budaya dan bisnis, antara lain: membuka matahati, jiwa, dan pikiran untuk semua bentuk budaya lokal dan budaya internasional (yang positif), dengan tetap mengenal, mempertahankan, dan melestarikan nilai-nilai kearifan dari masyarakat setempat. Contoh nyata misalnya dengan cara berpartisipasi aktif di dalam pengobatan masal, penyuluhan, sosialisasi, dsb. Menguasai seni berkomunikasi, berdiplomasi, dan bernegosiasi dengan siapapun, mulai dari kalangan jetset hingga kalangan “akar rumput”. Mampu mengkombinasikan seni berpikir realistis dengan imajinatif, linier dengan lateral. Berpikir global dan bertindak lokal (glocalization). Mampu mengkomunikasikan pengetahuannya melalui media cetak-massa dengan bahasa yang sederhana. Mampu membaca dan menangkap peluang untuk melanjutkan studi ke luar negeri. Sekembalinya ke Indonesia, dapat mengaplikasikan keilmuannya demi kemajuan negeri ini. Selain sebagai perintis, dokter cahaya juga mampu mempersiapkan kader-kader yang dapat menciptakan teknologi yang bermanfaat bagi masyarakat Indonesia dan ramah lingkungan. Penulis membayangkan, jika seorang dokter cahaya berhasil mendirikan rumah sakit bertaraf internasional, bertarif lokal, dengan pelayanan maksimal dan optimal, dan didukung oleh sarana dan prasarana yang berbasis pada teknologi terkini, betapa luar biasanya…, betapa hal ini akan menjadi kebanggaan tersendiri bagi bangsa Indonesia, dan menaikkan citra dan martabat bangsa ini di mata dunia!

            Prinsip C: Cinta

Prinsip ini penting untuk menciptakan dokter yang dapat mengobati dan menyembuhkan pasiennya dengan hati yang penuh cinta kasih. Disini penulis tidak menggunakan terminologi “kecerdasan cinta” dengan asumsi bahwa cinta adalah pemberianNya kepada semua makhlukNya, termasuk manusia, sejak kehidupan di muka bumi bermula hingga akhirnya meniada.

Prinsip ini diperlukan mengingat kekuatan cinta kasih bukan hanya dapat mengobati, menyembuhkan, namun juga dapat menghidupkan! Ya, benar… menghidupkan harapan dan mengobarkan semangat mereka yang sedang menderita dan dilanda duka.

Sekadar selingan, jika Cinta diibaratkan lilin, maka senyuman adalah redupnya cahaya lilin, cinta adalah nyala apinya, cemburu adalah lilin yang sedang meleleh, dan kebahagiaan adalah lilin dengan nyalanya yang sempurna. Cinta dapat mengisi ruang dan waktu, namun Cinta juga tiada mengenal keduanya. Cinta, ruang, dan waktu merupakan berbagai unsur yang membentuk senyawa Kehidupan. Sehingga benarlah jika dikatakan, dimana ada Cinta disitu ada Kehidupan. Dokter cahaya yang memiliki Cinta, ibarat lilin yang menerangi kehidupan.

Beberapa cara yang dapat ditempuh dokter cahaya untuk mengembangkan prinsip ini, antara lain: berusaha untuk tetap setia pada Kebenaran dan berada di jalan Cahaya. Menghindari semua hal yang dapat mengotori pikiran, hati, jiwa, nurani, dan perut.  Menerapkan prinsip: takkan membenci walau disakiti, takkan berduka walau menderita, takkan kesepian sekalipun sendirian, takkan mati sebelum berarti, damai bersemi, dirimu abadi. Engkau akan abadi di mata mereka yang mencintaimu. Seorang dokter cahaya berusaha menebarkan bibit-cinta dan menanam benih-kasih agar bersemi tunas-tunas persahabatan, dan… mekarlah mawar keabadian. Menganggap bahwa manusia itu pada hakikatnya satu tubuh, jika satu organ sakit, maka yang lainnya akan merasakan sakit. Menghindari tujuh kesia-siaan dalam hidup, yaitu: 1. Cinta kasih tanpa kesetiaan, 2. Kesetiaan tanpa pengorbanan, 3. Pengorbanan tanpa keikhlasan, 4. Keikhlasan tanpa waktu, 5. Waktu tanpa ilmu, 6. Ilmu tanpa amal, 7. Amal tanpa Cinta kasih.

Di dalam kehidupan nyata, seorang dokter cahaya bisa mengobati pasien Gakin (keluarga miskin), juga Askeskin (asuransi kesehatan untuk masyarakat miskin) dengan obat generik disertai mimik muka yang mesra bersahabat, senyuman yang tulus, dan kata-kata yang penuh cinta-kasih serta memotivasi.

 

 

 

 

Visualisasi “Dokter Cahaya” sebagai kupu-kupu yang terbang di atas bebungaan

Background diambil dari: http://www.glennharris.com.au

Ibarat bintang, seorang dokter cahaya ibarat satu dari berjuta bintang yang menerangi semesta raya. Untuk “menjelma” dokter cahaya, seorang dokter perlu menerapkan prinsip ABC (Agama-Akal, Budaya-Bisnis, Cinta) secara holistik, utuh, menyeluruh di dalam hidup dan kehidupannya, dimanapun, dan kapanpun.

Dengan menjadi dokter cahaya, maka kredibilitas, kapabilitas, kompetensi, dan profesionalisme dokter-dokter Indonesia tak perlu diragukan lagi.  Penulis berharap, akan datang suatu masa, dimana dokter luar negeri akan belajar kepada dokter Indonesia. Saat itulah nama bangsa Indonesia akan menjadi harum di mata dunia. Semoga.

Sebagai penutup, mutiara jiwa karya penulis berikut ini marilah kita renungkan bersama:

Barangsiapa

Barangsiapa yang menebar doa,

maka dia akan menuai kehidupan.

Barangsiapa yang menebar cinta,

maka dia akan menuai keabadian.

Barangsiapa yang menebar kasih,

maka dia akan menuai kedamaian.

Barangsiapa yang menebar benci,

maka dia akan menuai kesengsaraan.

Barangsiapa yang menebar derma,

maka dia akan menuai kekayaan.

Barangsiapa yang menebar ilmu,

maka dia akan menuai kebijaksanaan.

Barangsiapa yang menebar semangat,

maka dia akan menuai kesuksesan.

Barangsiapa yang menebar persahabatan,

maka dia akan menuai kebahagiaan.

Barangsiapa yang menebar permusuhan,

maka dia akan menuai kehancuran.

 

* Karangan ini murni pemikiran/opini dr. Dito Anurogo dan memang tidak menggunakan referensi apapun.