Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan ada pergeseran sistem rekrutmen teroris dari pola lama yang menggaet para veteran Afghanistan kepada kaum muda.

Ketua MUI Amidhan mengungkapkan, sekarang ini banyak muncul kaum muda yang sudah terkontaminasi pemikirannya sehingga banyak kaum muda yang salah dalam memahami agama. Kaum muda seperti inilah yang belakangan menjadi pelaku terorisme. Hal ini terlihat dari banyaknya pelaku peledakan bom yang merupakan anak-anak muda.

“MUI mensinyalir ada pergeseran program terorisme yang tadinya berasal dari oknum-oknum yang pernah pergi ke Afghanistan, kini dilakukan oleh anak-anak yang sama sekali tidak pernah ke sana,” ungkap Amidhan di Jakarta, kemarin.

Kontra teroris

Sebelumnya Lazuardi Birru (LSM yang bergerak di bidang penanggulangan terorisme) dan LP3ES telah mengidentifikasi sedikitnya ada 13 daerah rawan terorisme di Indonesia. Menurut Direktur Eksekutif Lazuardi Birru, Dyah Madya Ruth, kebanyakan daerah yang rawan terorisme tersebut berada di pelosok, terutama daerah pedesaan.

“Hasil pemotretan dan penelitian kumulatif tahap awal yang kita lakukan di 13 daerah telah berhasil mengidentifikasi ada titik rawan terhadap tumbuhnya terorisme. Kebanyakan daerah tersebut di pedesaan yang terpencil,” ungkap Dyah.

Beberapa pihak memang telah melakukan kontra teroris. Yayasan Prasasti perdamaian misalnya. Yayasan ini menggalang beberapa mantan militan teroris untuk diberdayakan ke bidang lainnya, misalnya memasak. Belasan mantan militan kini mengelola restoran dan café di daerah Semarang.

Yayasan ini merekonsiliasi para mantan napi teroris dengan masyarakat agar bisa hidup normal, agar tak terus-menerus dicurigai. Lewat ketua Yayasannya, Noor Huda Ismail, dia juga mendirikan unit-unit usaha bagi sejumlah mantan Jamaah Islamiyah (JI). Yang paling besar adalah tambak udang seluas tiga hektare di sebuah desa di Kendal, Jawa Tengah. Lalu, sebuah usaha garmen menengah di Solo dan sebuah rental mobil di Jakarta. Semuanya dikelola para mantan napi kasus terorisme.

Yang juga menarik, beberapa mantan militan binaannya sekarang jago e-trading. “Padahal, ini adalah kerja yang sangat kapitalis dan Barat. Tapi, mau bagaimana lagi? Kehidupan terus berjalan dan mereka butuh uang untuk tetap hidup. Dan, bukankah e-trading masih lebih halal ketimbang korupsi dan mencuri?“ kata Noor.

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?37036

Untuk melihat artikel Jakarta lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :