KabariNews – Jika di Indonesia menjalankan puasa dengan waktu Imsak dan berbuka yang sama. Puasa sekitar 13 jam. Berbeda dengan mereka yang menjalankan puasa di Amerika. Terutama saat musim panas. Puasa jadi panjang karena tenggelamnya matahari lebih lama. Tapi tidak menjadi halangan. Mereka tetap menjalankannya. Lalu bagaimana agar mereka tetap lancar berpuasa? Empat orang Indonesia yang tinggal di Amerika berbagi cerita pengalaman menjalani bulan Ramadan.

Rini Fitriah Entebe (Ibu Rumah Tangga Pittsburgh, Pennsylvania)

Saat menjalani bulan puasa di sini saya mendapatkan pengalaman bertemu dengan umat muslim dari berbagai dunia. Apalagi selama bulan puasa hampir di setiap masjid menyediakan iftar, yang biasanya menunya berganti-ganti tergantung sumbangan komunitas muslim dari berbagai negara. Sehingga rasa persaudaraan sesama muslim walaupun beda bangsa terasa erat. Hampir setiap tahun Komunitas Muslim Indonesia Pittsburgh menyediakan iftar di masjid-masjid sekitar Pittsburgh. Pada hari tersebut saya dan ibu-ibu lain sibuk bersama-sama memasak menyiapkan Iftar sekaligus ikut berbuka puasa di masjid. Karena merasa minoritas di Amerika entah mengapa saya merasakan semangat spiritual saya lebih meningkat. Ada rasa tanggung jawab untuk menjadi pribadi yang lebih baik untuk diri sendiri maupun lingkungan.

Kegiatan selama bulan Ramadan sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kegiatan sehari-hari saya di bulan lainnya. Hanya waktu pelaksanaannya saja yang berbeda. Saya memang punya target pribadi terkait kegiatan spiritual seperti khatam Quran dan beribadah lebih banyak mengingat bulan Ramadan bulan yang penuh berkah. Tetap melaksanakan kegiatan seperti biasa namun mengurangi kegiatan fisik yang membutuhkan tenaga. Karena bertepatan dengan libur musim panas. Untuk menghindari tidur yang berlebihan yang akan menyebabkan badan lemas, setelah Zuhur, saya membawa dua anak saya ke perpustakaan yang lokasinya dekat dengan Apartemen karena biasanya banyak kegiatan-kegiatan yang menarik di liburan musim panas. Cukup menghabiskan waktu sekitar dua jam.

Selama bulan puasa, keluarga saya harus lebih banyak minum dan makan makanan yang berserat seperti buah-buahan dan sayur-sayuran. Ketika berbuka puasa jangan langsung makan dengan jumlah porsi yang besar. Saya
biasanya membatalkan puasa dengan makanan yang manis yaitu kurma atau kolak dan air putih. Baru setelah
salat Magrib, saya makan dalam menu lengkap tapi itupun dalam porsi tidak terlalu banyak. Karena kalau terlalu kenyang jadi ngantuk untuk salat tarawih.

Fakhri Widodo ( Pelajar, 10th grade Harmony School of Political Science & Communication Austin, Texas)

Berpuasa di Amerika itu karena panjang jadi sedikit membosankan tapi jadi banyak pahalanya. Dan saat berbuka, kita akan merasakan kenikmatan makan malam. Saat berpuasa saya biasanya mencoba untuk tetap produktif meski dengan perut kosong. Saya suka olahraga serta belajar segala sesuatu yang baru di waktu senggang.

Kuncinya agar bisa bertahan melewati puasa yang panjang adalah dengan tidur yang cukup. Membaca Al Qur’an juga sangat membantu agar tak merasakan hari yang panjang. Sekaligus memberikan kita kepuasan dan ketenangan jiwa.

Luluk Friedland (Owner, IT Consultant, Baker dan Cake Artist Indian Harbour Beach, Florida)

Pengalaman berpuasa di Sunshine State cukup menantang, tetapi juga menyenangkan. Bukan hanya dari sisi waktu berpuasa yang lebih panjang dari Indonesia yaitu 16-17 jam. Tantangan lainnya juga datang dari cuaca yang sangat terik. Suhu di tempat kami tinggal cukup menyengat terutama saat musim panas. Meski demikian buat saya, suami dan anak, suasana Ramadan terasa lebih istimewa.

Berbeda dengan saat di tanah air, suasana Ramadan sangat kental dengan suasana dan kemeriahan menjelang serta selama puasa. Sementara di sini sebagai agama minoritas, tidak ada nuansa Ramadan yang dulu biasa kami temui di tanah air. Tetapi di sinilah letak keunikan dan rasa istimewanya. Kami merasa lebih khusyuk dengan ibadah puasa.
Lebih terasa maknanya. Seperti yang saya jelaskan ke anak gadis saya yang berumur 14 tahun, karena hanya kami dan Allah yang saja yang tahu puasa kami. Tapi yang pasti kami rindu dengan kumandang azan dari masjid. Di sini kami hanya mendengar azan dari aplikasi di telepon genggam atau jika kami datang ke masjid.

Saat berpuasa, kami mengurangi aktivitas fisik seperti olahraga. Padahal keluarga saya termasuk gym-freak, jadi saat Ramadan biasanya waktu olahraga dilakukan lebih ringan dan dalam ruangan serta dekat waktu berbuka. Selain itu, saat berbuka dan sahur memperbanyak cairan dan makanan berserat tinggi dan protein. Makanan ini akan membuat kita lebih kenyang dan berenergi. Protein dan serat akan dipecah menjadi energi secara lambat, sehingga tubuh tidak mudah kelaparan. Kami menghindari makanan tinggi lemak, gula dan garam. Kami juga berusaha meluangkan waktu untuk lebih aktif di Masjid, terutama saat buka puasa bersama. Waktu dan jarak
dari rumah ke masjid terkadang menjadi tantangan sendiri. Tetapi kami melakukan yang terbaik untuk menjalankan ibadah Ramadan dengan lebih baik.

Matthew Qareem DeVries (Mahasiswa, The University of Texas, Austin, Texas)

Berpuasa di Amerika itu menarik benar karena nggak jauh beda dengan mahasiswa dari universitas lain yang tetap saja melakukan ujian. Tapi bagi saya jadi jauh lebih mudah karena banyak teman-teman yang tertarik masalah puasa, dan rasa kertarikan mereka itu diwujudkan dengan cara mencoba ikut berpuasa. Mereka jadi terkejut saat saya bilang kita juga tidak minum air. Kalau mereka melakukannya bersama saya, paling tidak saya jadi tidak merasa puasa sendirian.

Saya bilang yang tidak enaknya itu karena bulan Ramadan jatuh pada musim panas. Hari-hari jadi sangat panjang, berpuasa sekitar 15 jam tiap hari, dengan temperatur cuaca sekitar 33 celcius. Sangat panas. Tapi ini menjadi bukti tekad dan niat kita untuk melakukan ibadah puasa.Apalagi kegiatan sehari-hari tetap sama. Saya tetap bekerja paruh waktu di sekolah dan hanya minta istirahat saat matahari tenggelam. Saya berusaha melakukan yang terbaik untuk mengurangi kegiatan fisik dan hanya melakukan di dalam ruangan. Saya juga berusaha untuk melakukan tarawih meskipun jadwalnya tidak selalu bertepatan dengan jadwal salat.

Saran saya untuk mereka yang menghadapi puasa yang panjang seperti di Amerika ini agar tetap lancar adalah fokus pada ibadahnya. Itu sangat menolong menghindari aktivitas di luar rumah karena mayoritas orang-orang di sini tidak melakukan puasa. Dan mesti diingat kenapa kita melakukan puasa, dan jika kita serius melakukannya, puasa
tidak akan menjadi beban. (1004/ foto: kol. pribadi)